Entri Populer

Sabtu, 10 Maret 2012

ADZAN AWAL SUBUH


Disyari’atkannya Dua Kali Adzan Shubuh dan Fungsinya

 

1.  Dari Ibnu Mas’ud, sesungguhnya Nabi saw. bersabda: “Janganlah menghalangi salah seorang di antara kamu dari makan sahur dengan adanya adzan Bilal, karena sesungguhnya ia beradzan, atau (dalam riwayat lain): Ia menyeru di waktu malam agar yang sedang shalat tahajjud segera bersiap-siap (mengingat waktu hampir shubuh) dan untuk membangunkan mereka yang masih tdur. (H.R. Jama’ah kecuali Tirmidzi; Nailu Al Authar II : 54).


1.   وَعَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يَمْنَعَنَّ اَحَدَكُمْ آَذَانُ بِلاَلٍ مِنْ سَحُوْرِهِ فَاِنَّهُ يُؤَذِّنُ اَوْ قَالَ يُنَادِىْ بِلَيْلٍ لِيَرْجِعَ قَائِمُكُمْ وَيُوْقَظُ نَائِمُكُمْ . (ر. الجماعة الا الترمذى, نيل الاوطار 2 : 54).


2.  Dari Aisyah dari Nabi saw. sesungguhnya ia berkata: “Sungguh Bilal beradzan di waktu malam, maka makanlah, dan minumlah, sampai tiba adzannya Ibnu Umi Maktum. (H.R. Bukhari; Fathu Al Bari II : 104).

2.   عَنْ عَائِشَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ : اِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتَّى يُؤَذِّنَ اِبْنُ اُمِّ مَكْتُوْمِ . (البخارى, فتح البارى 2 : 104).

3.  Telah berpendapat pengikut Hanafi, sesungguhnya melakukan adzan sebelum fajar, tidak memakai lafadz-lafadz adzan, hanya sekedar peringatan atau pemberitahuan waktu sahur, sebagaimana terjadi pada orang-orang di masa sekarang dan pendapat ini ditolak. (Fathu Al Bari II : 104).

3.   وَادَّعَى بَعْضُ الْحَنَفِيَّةِ اَنَّ النِّدَاءَ قَبْلَ الْفَجْرِ لَمْ يَكُنْ بِاَلْفَاظِ اْلآَذَانِ وَاِنَّمَا كَانَ تَذْكِيْرًا اَوْتَسْحِيْرًا كَمَا يَقَعُ لِلنَّاسِ الْيَوْمَ وَهَذَا مَرْدُوْدٌ. (فتح البارى2 : 104)

4.  Telah banyak riwayat hadits yang mengungkapkan dengan lafadz-lafadz adzan, maka dengan itu hendaklah didahulukan makna adzan menurut syara Kalaulah adzan dengan lafadh-lafadh tertentu (bukan lafadh adzan biasanya) tentu tidak akan membuat ragu bagi mendengar, sedangkan menurut alur ucapan adzan memberi kesan adanya keraguan pada mereka. (Fathu Al Bari II : 104). 

4.   وَقَدْ تَضَافَرَتِ الطُّرُقُ عَلَى التَّعْبِيْرِ بِلَفْظِ اْلآَذَانِ فَحَمْلُهُ عَلَى مَعْنَاهُ الشَّرْعِىِّ مُقَدَّمٌ وَِلاَنَّ اْلآَذَانَ اْلاَوَّلَ لَوْكَانَ بِاَلْفَاظٍ مَخْصُوْصَةٍ لَمَّا الْتَبَسَ عَلَى السَّامِعِيْنَ وَسِيَاقُ الْخَبَرِ يَقْتَضِى اَنَّهُ خَشِيَ عَلَيْهِمُ التِّبَاسَ. (فتح البارى 2 : 104).

5.  Ibnu Al Qaththan telah menyatakan bahwa yang demikian itu (adzan awal) hanya berlaku di bulan Ramadhan saja, akan tetapi pendapat itu mesti ditinjau kembali. (Fathu Al Bari 2 : 104).

5.   وَادَّعَى ابْنُ الْقَطَانِ اَنَّ ذَلِكَ كَانَ فِى رَمَضَانَ خَاصَّةً وَفِيْهِ نَظَرٌ. (فتح البارى 2 : 104).

6.  Pendapat ini menyalahi hikmah disyariatkannya adzan, yaitu agar bersiap-siap orang yang sedang shalat tahajjud, serta untuk membangunkan orang yang masih tidur. Yang demikian itu tidak dikhususkan pada bulan Ramadhan saja.

6.   وَهَذَا مُخَالِفٌ لِحِكْمَةِ تَشْرِيْعِهِ يَعْنِى: لِيَرْجِعَ قَائِمُكُمْ وَيُوْقَظَ نَائِمُكُمْ. وَهَذَا لاَ يُخْتَصُّ بِرَمَضَانَ.

7.  Adzan menurut syarat adalah pemberitahuan masuk waktu shalat dengan lafadh-lafadh yang dikhususkan, sedangkan adzan sebelum waktunya bukan pemberitahuan waktu shalat.

7.   وَاْلآَذَانُ الشَّرْعِىُّ هُوَ اِعْلاَمُ بِدُخُوْلِ وَقْتِ الصَّلاَةِ بِاَلْفَاظٍ مَخْصُوْصَةٍ وَاْلآَذَانُ قَبْلَ الْوَقْتِ لَيْسَ اِعْلاَمًا بِالْوَقْتِ.

8.  Sesungguhnya pemberitahuan waktu shalat itu lebih umum, yaitu pemberitahuan telah masuk waktu shalat atau hampir masuk waktu. Hanya saja untuk shalat shubuh diistimewakan dari shalat-shalat lain. Dikarenakan shalat pada awal  waktu dicintai, sedangkan shalat shubuh biasanya dilakukan setelah tidur, maka (untuk shalata shubuh) tepat diangkat seseorang untuk membangunkan orang tidur sebelum waktu shubuh agar mereka bersiap-siap serta mendapat keutamaan awal waktu. Allah Maha Tahu. (Fathu Al Bari II : 105).

8.   اِنَّ اْلاِعْلاَمَ بِالْوَقْتِ اَعَمُّ مِنْ اَنْ يَكُوْنَ اِعْلاَمًا بِاَنَّهُ دَخَلَ اَوْقَارَبَ اَنْ يَدْخُلَ . وَاِنَّمَا اخْتُصَّتِ الصُّبْحُ بِذَلِكَ مِنْ بَيْنِ الصَّلَوَاتِ ِلاَنَّ الصَّلاَةَ فِى اَوَّلِ وَقْتِهَا مُرَغَّبٌ فِيْهِ وَالصُّبْحُ يَأْتِىْ غَالِبًا عَقِبَ نَوْمٍ فَنَاسَبَ اَنْ يَنْصِبَ مِنْ يُوْقِظُ النَّاسَ قَبْلَ دُخُوْلِ وَقْتِهَا لِيَتَأَهَّبُوْا وَيُدْرِكُوْا فَضِيْلَةَ اَوَّلِ الْوَقْتِ وَاللهُ اَعْلَمُ. (فتح البارى 2 : 105).




Tentang Tastwib Pada Adzan Shubuh ?


Hanya saja adzan awal tidak memakai lafadh : Al-Shalatu Khairun Min Al-Naum dan dilakukan di adzan shubuh. (Al-Sunan wa Al-Muthtadi’at : 49).

اِلاَّ اَنَّ اَذَانَ اْلاَوَّلِ يُجَرَّدُ مِنَ الصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ وَيُؤْتَى بِهَا فِى اَذَانِ الصُّبْحِ . (السنن والمبتدعات: 49).

Dari Abu Mahdzurah ia berkata : Aku bertanya : “Ya Rasulullah ajarkanlah kepadaku sunnatnya adzan”. Lalu Nabi mengajarkannya seraya bersabda : “Apabila keadaan shalat shubuh katakanlah olehmu : Al-Shalatu Khairun Min Al-Naumi; Al-Shalatu Khairun Min Al-Naumi; Allahu Akbar; Allahu Akbar; La Ilaaha Illa Allah”. (H.R. Ahmad dan Abu Dawud; Nailu Al-Authar II : 50).

وَعَنْ اَبِى مَحْذُوْرَةَ قَالَ : قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ عَلَّمَنِى سُنَّةَ اْلاَذَانِ , فَعَلَّمَهُ , وَقَالَ : فَاِنْ كَانَتْ صَلاَةُ الصُّبْحِ قُلْتَ : اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ , اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ . (ر. احمد وابو داود – نيل الاوطار 2 : 50).
Keterangan  :
Dalam sanad hadits tersebut ada nama Muhammad bin Abdi Al-Malik bin Abi Mahdzurah, serta Harits bin Ubaid, sedangkan yang pertama tidak dikenal dan orang yang kedua jadi bahan perbincangan. (Nailu Al-Authar II : 50).

وَفِى اِسْنَادِهِ مُحَمَّدُبْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ اَبِى مَحْذُوْرَةَ وَالْحَرِثُ بْنُ عُبَيْدٍ وَاْلاَوَّلُ غَيْرُ مَعْرُوْفٍ وَالثَّانِى فِيْهِ مَقَالٌ . (نيل الاوطار 2 : 50).




Hadits-Hadits Yang Menyatakan Bahwa Tastwib Pada Adzan Awal Shubuh  :

1.  Dari Bilal r.a, ia berkata : “Rasulullah telah memerintah kepadaku untuk tidak bertatswib dalam (adzan) shalat kecuali pada shalat Fajar. (H.R. Ahmad; Al-Fathu al-Rabbani III : 16).

1.   عَنْ بِلاَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ اَمَرَنِىْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ لاَ اُثَوِّبَ فِى شَيْئٍ مِنَ الصَّلاَةِ اِلاَّ فِى صَلاَةِ الْفَجْرِ . (احمد, الفتح الربانى 3 : 16).

2.  Dari Aisyah dari Nabi saw. sesungguhnya ia berkata: “Sungguh Bilal beradzan di waktu malam, maka makanlah, dan minumlah, sampai tiba adzannya Ibnu Umi Maktum. (H.R. Bukhari; Fathu Al Bari II : 104).

2.   عَنْ عَائِشَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ : اِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتَّى يُؤَذِّنَ اِبْنُ اُمِّ مَكْتُوْمِ . (البخارى, فتح البارى 2 : 104).

Jelas sudah, bahwa adzan Bilal itu terjadi pada adzan awal shubuh. (karena yang biasa adzan shubuh ialah : Ibnu Umi Maktum).

وَقَدْ تَبَيَّنَ اَنَّ اَذَانَ بِلاَلٍ اِنَّمَا هُوَ فِى اْلاَذَانِ اْلاَوَّلِ مِنَ الصُّبْحِ .

3.  Dari Abi Mahdzurah r.a, ia berkata : “Aku suka adzan di zaman Nabi pada shalat shubuh, maka jika aku ucapkan Hayya Ala Al-Falah, lalu aku ucapkan Al-Shalaatu Khairun Min Al-Naum; Al-Shalaatu Khirun Min Al-Naum” pada adzan awal. (H.R. Ahmad, dan sanadnya shahih; Fathu Al-Rabbani III : 21).

3.   عَنْ اَبِى مَحْذُوْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كُنْتُ اَؤَذِّنُ فِى زَمَانِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى صَلاَةِ الصُّبْحِ فَاِذَا قُلْتُ : حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ قُلْتُ : اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ اْلاَذَانَ اْلاَوَّلَ . (احمد وسنده جيد. فتح الربانى 3 : 21)

4.  Dari Abi Mahdzurah r.a, ia berkata : “Aku suka adzan karena perintah Rasulullah, maka aku ucapkan pada adzan fajar yang pertama (awal) Hayya Ala Al-Shalah; Hayya Ala Al-Falah / Al-Shalaatu Khairun Min Al-Naum”. Al-Shalatu Khairun Min Al-Naum”. Menurut Ibnu Hazm sanadnya shahih. (Sublu Al-Salam I : 120).

4.   عَنْ اَبِى مَحْذُوْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كُنْتُ اُؤَذِّنُ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكُنْتُ اَقُوْلُ فِى اَذَانِ الْفَجْرِ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ , قَالَ ابْنُ حَزْمٍ اِسْنَادُهُ صَحِيْحٌ . (سبل السّلام 1 : 12 – النسائى 2 : 12).

5.  Diriwayatkan juga dalam Sunan Baihaqi Kubra dari hadits Abi Mahdzurah bahwa ia bertatswib di adzan awwal shubuh atas perintah Nabi. (Sublu Al-Salam I : 120).

5.   وَمِثْلُ ذَلِكَ فِى سُنَنِ الْبَيْهَقِىِّ الْكُبْرَى مِنْ حَدِيْثِ اَبِى مَحْذُوْرَةَ اَنَّهُ كَانَ يُثَوِّبُ فِى اْلاَذَانِ اْلاَوَّلِ مِنَ الصُّبْحِ بِاَمْرِهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ). (سبل السّلام 1 : 12).

6.  Menurut hadits Ibnu Khuzaimah dari Anas ia berkata : “Termasuk sunnah (Nabi) apabila seorang Muadzdzin mengucapkan “Hayya Ala Al-Falah” di adzan fajar, ia mengucapkan “Al-Shalatu Khairun Min Al-Naum” hadits ini telah dishahihkan Ibnu Al-Sakan.

6.   وَِلاِبْنِ حُزَيْمَةَ عَنْ اَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : مِنَ السُّنَّةِ اِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ فِى الْفَجْرِ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ قَالَ : اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ. وَصَحَّحَهُ اِبْنُ السَّكَن.

7.  Dalam riwayat  Nasai bahwa Al-Shalatu Khairun Min Al-Naum pada awal shubuh hadits ini merupakan taqyid (pengikat) terhadap riwayat-riwayat yang mutlak.

7.   وَفِى رِوَايَةِ النَّسَائِى : اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ فِى اْلاَذَانِ اْلاَوَّلِ مِنَ الصُّبْحِ وَفِى هَذَا تَقْيِيْدٌ لِمَا اَطْلَقَتْهُ الرِّوَايَاتُ.
Maksudnya :
Dalam satu hadits dinyatakan dengan mutlak ialah tanpa menyebut adzan awal, dan dalam hadits ini dinyatakan dengan muqayyad (terikat) dengan sebutan adzan awal. Jadi tentu saja yang kita amalkan itu termasuk muqayyadnya sesuai dengan qaidah : “Hamlul Al-Muthlaq Alaa Al-Muqayyad” menarik yang mutlak atas muqayyad.

8.  Dari Abi Sulaiman dari Abi Mahdzurah, ia berkata: “Aku mendengar ia berkata : “Bagaimana aku adzan karena perintah Nabi, maka aku ucapkan pada adzan awal shubuh, setelah “Hayya ala Al-falah; Hayya ala Al-falah; Al-Shalatu Khairun Min Al-Naum - Al-Shalatu Khairun Min Al-Naum; Allahu Akbar; Allahu Akbar; La Ilaha Illa Allah. (Al-Sunan Al-Kubra I : 422).

8.   عَنْ اَبِى سُلَيْمَانَ عَنْ اَبِى مَحْذُوْرَةَ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُوْلُ كَيْفَ اُؤَذِّنُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكُنْتُ اَقُوْلُ فِى اْلاَذَانِ اْلاَوَّلِ مِنَ الْفَجْرِ بَعْدَ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ . (السنن الكبرى 1 : 422).

Sesungguhnya disyariatkan tatswib itu pada adzan awal shubuh, karena adzan awwal itu untuk membangunkan yang masih tidur, sedang adzan kedua itu pemberitahuan masuknya waktu shubuh dan langsung mengajak shalat. (Sublu Al-Salam I : 120).

فَشَرْعِيَةُ التَّثْوِيْبِ اِنَّمَا هِىَ فِى اْلاَذَانِ اْلاَوَّلِ لِلْفَجْرِ ِلاَنَّهُ ِلاِيْقَاظِ النَّائِمِ وَاَمَّا اْلاَذَانُ الثَّانِى فَاِنَّهُ اِعْلاَمٌ بِدُخُوْلِ الْوَقْتِ وَدُعَاءٌ اِلَى الصَّلاَةِ . (سبل السّلام 1 : 120).

9.  Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata ; telah bersabda Rasulullah saw. “ fajar itu ada dua; Waktu fajar dimana haram makan dan halal shalat,san fajardiaman haram shalat, yaitu shalat shubuh dan halal padanya makan”.(HR. Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim dan mereka berdua memandang hadits ini shahih.)

9.   عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْفَجْرُ فَجْرَانِ : فَجْرٌ يُحَرِّمُ الطَّعَامَ وَتَحِلُّ فِيْهِ الصَّلاَةُ وَفَجْرٌ تَحْرُمُ فِيْهِ الصَّلاَةُ اَيْ صَلاَةُ الصُّبْحِ وَيَحِلُّ فِيْهِ الطَّعَامُ. (ر. ابن خزيمة والحاكم وصحّحاه).

10. Hadits diterima dari Saib Maula Abu Mahdurah dan ada tambahan padanya sabda Rasulullah saw.,”Apabila adzan awwal shubuh, maka ucapkanlah” Al-Shalatu Khairun Min Al-Naum - Al-Shalatu Khairun Min Al-Naum”.(HR. Ahmad – Fathur Rabani3 : 20)

10. عَنِ السَّائِبِ مَوْلَى أَبِى مَحْذُوْرَةَ : وَزَادَ فِيْهِ قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِذَا اَذَّنْتَ بِاْلاَوَّلِ مِنَ الصُّبْحِ فَقُلْ " اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِّنَ النَّوْمِ . (احمد – فتح الرّبانى 3 : 20).

Menurut saya (Ibnu Hajar) : berdasarkan keterangan ini bahwa Al-Shalatu Khairun Min Al-Naum bukan merupakan lafadz adzan yang disyari’atkan untuk mengajak shalat dan pemberitahuan waktunya, tapi merupakan lafadz yang disyari’atkan untuk membangunkan yang tidur”.

قُلْتُ : وَعَلَى هَذَا لَيْسَ اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِّنَ النَّوْمِ مِنَ اَلْفَاظِ اْلآَذَانِ الْمَشْرُوْعِ ِللدُّعَاءِ اِلَى الصَّلاَةِ وَاْلاَخْبَارِ بِدُخُوْلِ وَقْتِهَا. بَلْ هُوَ مِنْ اَلْفَاظِ الَّتِى شُرِعَتْ ِلاِيْقَاظِ النَّائِمِ .

Ibnu Ruslan berkata,”Hanya saja disyari’atkan tatswib pada adzan awwal fajar, sebab untuk membangunkan yang tidur. Dan adapun yang kedua untuk memberitahukan masuknya waktu shalat dan seruan untuk shalat”.(Subulus Salam 1 : 120).

قَالَ ابْنُ رُسْلاَنَ : فَشَرْعِيَّةُ التَّثْوِيْبِ اِنَّمَا هِيَ فِى اْلاَذَانِ اْلأَوَّلِ لِلْفَجْرِ ِلاَنَّهُ ِلاِيْقَاظِ النَّائِمِ وَاَمَّا الثَّانِى فَاِنَّهُ اِعْلاَمٌ بِدُخُوْلِ الْوَقْتِ وَدُعَاءٌ اِلَى الصَّلاَةِ. (سبل السّلام 1 : 120)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar