ADZAN
DAN IQOMAT
( Bagian Ke-1 )
Makna
Adzan
1. Adzan
menurut bahasa artinya pemberitahuan atau pengumuman.
|
1.
اَ
ْلأَذَانُ لُغَةً : اَ ْلإِعْلاَمُ
|
2. (Allah
berfirman) ”Dan inilah suatu permakluman Dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat
manusia pada hari haji Akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas
diri dari orang-orang musyrikin. ….. (QS. At-Taubah <9> : 3)”
|
2.
وَآَذَانٌ
مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ اْلاَكْبَرِ اَنَّ
اللهَ بَرِىْءٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلُهُ ..(الآية)... (التوبة : 3)
|
3. (Allah
berfirman) ”Maka tatkala telah disiapkan untuk mereka bahan makanan mereka,
Yusuf memasukkan piala (tempat minum)
kedalam karung saudaranya. Kemudian berteriaklah seseorang yang
menyerukan :”Hai kafilah, sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang mencuri
!”. (QS. Yusuf <12> : 70).
|
3.
فَلَمَّا
جَهَّزَهُمْ بِجَهَازِهِمْ جَعَلَ السِّقَايَةَ فِى رَحْلِ أَخِيْهِ ثُمَّ
أَذَّنَ مُؤَذِّنُ أَيَّتُهَا الْعِيْرُ إِنَّكُمْ لَسَارِقُوْنَ . (يوسف 70)
|
4. Adzan
menurut syara’ adalah pemberitahuan masuk waktu shalat dengan lafaz-lafaz
yang khusus (tertentu).
|
4. الآذان الشّرعيّ هُوَ إِعْلاَمُ بِدُخُوْلِ وَقْتِ
الصَّلاَةِ بِاَلْفَاظٍ مَخْصُوْصَةٍ
|
5. Adzan
menurut syara’ adalah pemberitahuan masuk waktu shalat dengan lafaz-lafaz
yang telah ditentukan oleh Syari’.
|
5.
اَ
ْلإِعْلاَمُ بِدُخُوْلِ وَقْتِ الصَّلاَةِ بِاْلاَلْفَاظِ الَّتِى عَيَّنَهَا
الشَّارِعُ.
|
Permulaan Disyari’atkannya Adzan dan Lafaznya.
Tentang
permualaan disyari’atkannya adzan, terdapat beberapa pendapat ; ada yang
berpendapat bahwa permualaan disyari’atkannnya ketika Rasulullah masih berada
di Makkah sebelum hijrah ke Madinah, yaitu setelah di-isra’ dan dimi’rajkannya
;
1. Ketika
(Allah) meng-isra’kan Nabi saw. , Allah mewahyukan kepadanya adzan, lalu
beliau turun dan mengajarkannya kepada Bilal. (HR. At-Thabrani dari Ibnu Umar
r.a.).
|
1.
لَمَّا
اَسْرَى بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَوْحَى اللهُ اِلَيْهِ
اْلآَذَانَ فَنَزَلَ بِهِ فَعَلَّمَهُ بِلاَلاً . (ر. الطبرانى عن ابن عمر)
|
2. Sesungguhnya
Malaikat Jibril memerintahkan Nabi saw. untuk adzan ketika diwajibkan shalat.
(HR. Ad-Daruqutni dari Anas r.a).
|
2.
اَنَّ
جِبْرِيْلَ اَمَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِاْلآَذَانِ
حِيْنَ فُرِضَ الصَّلاَةُ . (ر. الدارقطنى عن أنس)
|
Keterangan :
Hadits yang pertama dhaif karena dalam sanadnya ada seorang rawi bernama
Thalhah bin Zaid, ia seorang yang Matruk (tertuduh pendusta). Sedangkan hadits
kedua, Al-Hafidz mengatakan,”Sanadnya dhaif”.
1. Para
Sahabat berkata,”Bagaimana kalau menggunakan lonceng ?”. Rasulullah saw.
menjawab,” Itu perbuatan orang Kristen”..Lalu Para Sahabat bertanya
(lagi),”Bagaimana kalau menggunakan terompet ?”. Rasulullah saw.
menjawab,”Itu perbuatan orang yahudi”. Para Sahabat bertanya (lagi),
“Bagaimana kalau menyalakan api ?”. Beliau menjawab,” Itu perbuatan orang
majusi”. (HR. Abu Syaikh).
|
1.
فَقَالُوْا
: لَوِ اتَّخَذْنَا نَاقُوْسًا؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ذَاكَ لِلنَّصَارَى ، فَقَالُوْا : لَوِاتَّخَذْنَا بُوْقًا؟ قَالَ :
ذَاكَ لِلْيَهُوْدِ فَقَالُوْا : لَوْ رَفَعْنَا نَارًا؟ فَقَالَ ذَاكَ
لِلْمَجُوْسِ.(ر. أبو شيخ)
|
2. Dari
Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbih; ia berkata,”Ketika Rasulullah saw. telah
mengambil keputusan hendak memukul lonceng, agar orang orang berkumpul untuk
melakukan shalat, sedangkan beliau tidak suka kerana menyerupai nasrani, ada
seorang yang mengitariku saya sedang tidur (bermimpi). Laki-laki itu memakai
baju hijau dan di tangannya membawa lonceng. Saya bertanya kepadanya,”Ya
Abdullah (hamba Allah), apakah engkau mau menjual naqus itu ?”. Orang itu
menjawab,”Akan kau gunakan untuk apa ?”. Saya menjawab,”Untuk memanggil orang
buat shalat.”. Ia berkata,”Maukah aku tunjukkan kepadamu cara yang lebih
baik?”. Saya berkata,”Tentu”. Ia berkata;” katakanlah olehmu : Allahu Akbar
……..(sampai akhir),Kemudia ia mundur tidak berapa jauh seraya berkata,”Kalau
engkau mau berdiri shalat , katakanlah : Allahu Akbar……(sampai selesai).
Maka saya bangun pagi, lalu pergi
kepada Rasulullah saw.. Saya kabarkan kepadanya mengenai mimpi itu. Lalu
Rasulullah saw. bersabda ,” Sesungguhnya mimpi itu betul, insya Allah.”. Lalu
beliau memerintahkan adazan. (HR. Ahmad – Musnad Ahmad bin Hanbal 4 : 24,
Sunan Al-Baihaqi al-Kubra 1 : 415 no. 1818).
|
2.
قَالَ
عَبْدُ اللهِ بْنِ زَيْدٍ: لَمَّا اَجْمَعَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ يَضْرِبَ بِالنَّاقُوْسِ وَهُوَ لَهُ كَارِهٌ
لِمُوَافَقَتِهِ النَّصَارَى طَافَ بِيْ مِنَ اللَّيْلِ طَائِفٌ وَاَنَا نَائِمٌ
رَجُلٌ عَلَيْهِ ثَوْبَانِ اَخْضَرَانِ وَفِي يَدِهِ نَاقُوْسٌ يَحْمِلُهُ
فَقُلْتُ : يَا عَبْدَ اللهِ ! اَتَبِيْعُ النَّاقُوْسَ؟ قَالَ : وَمَا تَصْنَعُ
بِهِ ؟ قُلْتُ : نَدْعُوْبِهِ اِلَى الصَّلاَةِ . قَالَ : اَفَلاَ اَدُلُّكَ
عَلَى خَيْرٍ مِنْ ذَالِكَ ؟ فَقُلْتُ : بَلَى , قَالَ : تَقُوْلُ : اَللهُ
اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ - اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ، اَشْهَدُ اَنْ
لاَّ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ - اَشْهَدُ
اَنْ لاَّ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ ، اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ -
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ - حَيَّ
عَلَى الصَّلاَةِ ، حَيَّ عَلَى
الْفَلاَحِ - حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ ،
اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ ، لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ . ثُمَّ
اسْتَأْخَرَ غَيْرَ بَعِيْدٍ قَالَ : ثُمَّ يَقُوْلُ اِذَا اَقَمْتَ
الصَّلاَةَ : اَللهُ اَكْبَر - اَللهُ
اَكْبَرُ ُ، اَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ , اَشْهَدُ اَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ , حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ ،
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ . اَللهُ اَكْبَرُ - اَللهُ
اَكْبَرُ، لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ . فَلَمَّا
اَصْبَحْتُ اَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَاَخْبَرْتُهُ بِمَا رَأَيْتُ . فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : اِنَّ هَذِهِ الرُّؤْيَا حَقٌّ اِنْ شَآءَ اللهُ . ثُمَّ اَمَرَ
بِالتَّأْذِيْنِ . (ر. احمد)
|
ADZAN
DAN IQOMAT
( Bagian Ke-2 )
Takbir Dalam Iqomah Sekali-Sekali
Atau Dua Kali-Kali
1. Dari Anas
r.a, ia berkata : “Bilal diperintahkan untuk menggenapkan adzan dan
mengganjilkan iqamah, kecuali dalam qamat, yakni “Qad Qamati Al-Shalah”. (Muttafaq
Alaih).
|
1.
عَنْ اَنَسٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ اُمِرَ بِلاَلٌ اَنْ يَشْفَعَ اْلاَذَانَ وَيُوْتِرَ
اْلإِقَامَةَ اِلاَّ اْلإِقَامَةَ يَعْنِى قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ . (متفق
عليه).
|
·
Mengganjilkan iqamah yakni sekali-sekali
melapalkannya. (Subulu As Salam).
|
·
وَيُوْتِرَ
اْلإِقَامَةَ يُفْرَدُ اَلْفَاظُهَا . (سبل السلام)
|
·
Al-Bukhari telah membuat bab (judul) dari hadits
tersebut dengan judul “Bab Iqamah sekali-sekali kecuali ucapan “Qad Qamati
Al-Salah”. (Fath Al Bari II : 83)
|
·
وَقَدْ
بَوَّبَ الْبُخَارِيُّ لَهُ : بَابُ اْلإِقَامَةِ وَاحِدَةً اِلاَّ قَوْلُهُ
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ . (فتح البرى 2 : 83)
|
2. Dari
Abdillah bin Zaid bin Abdi Rabbih, ia berkata … lalu dia (Abdillah)
mengucapkan adzan dengan empat kali takbir tanpa “tarji”/pengulangan dan ia
menyebutkan/mengucapkan iqamah sekali-sekali kecuali Qad Qamati Al
Shalah. …. (H.R. Ahmad dan Abu Dawud
dan dinilai shahih oleh Tirmidzi dan Ibnu Hazaimah. (Subulu Al Salam I :
119).
|
عَنْ عَبْدِ اللهِ زَيْدِبْنِ عَبْدِ رَبِّهِ قَالَ :
...فَذَكَرَ اْلاَذَانَ بِتَرْبِيْعِ التَّكْبِيْرِ بِغَيْرِ تَرْجِيْعٍ
وَاْلإِقَامَةَ فُرَادَى اِلاَّ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ . اَلْحَدِيْثُ
اَخْرَجَهُ اَحْمَدُ وَاَبُوْ دَاوُدَ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِىُّ وَابْنُ
حُزَيْمَةُ . (سبل السلام 1 : 119).
|
·
Iqamah sekali sekali, ialah dengan tidak diulangi
sedikitpun dari lafadh-lafadh adzan.
·
Hadits
itu pula menunjukkan bahwa iqamah itu sekali sekali lafalnya kecuali lafadh
“Qad Qamati Al-Shalah” saja yang diulangi. Dan memperhatikan dhomir
(matan) hadits itu, hanya sekali takbir pada permulaan iqamah itu. (Subulu Al
Salam I : 119).
|
·
(وَاْلإِقَامَةُ فُرَادَى) لاَ تَكْرِيْرَ فِى شَيْئٍ مِنْ
اَلْفَاظِهَا .
·
وَدَلَّ
عَلَى اَنَّ اْلإِقَامَةَ تُفْرَدُ اَلْفَاظُهَا اِلاَّ لَفْظَ اْلإِقَامَةِ
فَاِنَّهُ يُكَرِّرُهَا . وَظَاهِرُ الْحَدِيْثِ اَنَّهُ يُفْرَدُ التَّكْبِيْرُ
فِى اَوَّلِهَا . (سبل السلام 1 : 119 ).
|
3. Dari
Abdillah bin Zaid r.a …, kemudian ia mundur, tidak terlalu jauh, dan berkata:
“Apabila engkau hendak iqamah, maka katakanlah: “Allahu Akbar Allahu Akbar,
Asyhadu An La Ilaha illa Allah; Asyahdu Anna Muhammadan Rasulu Allah; Hayya
Ala Al Shalah; Hayya Ala Al Falah; Qad Qamati Al Shallah- Qad Qamati Al
Shallah; Allahu Akbar; Allahu Akbar; Laa Ilaaha Illa Allah. (H.R. Ahmad dan
Abu Dawud; Fiqh Sunnah I : 112).
|
3.
عَنْ عَبْدِ
اللهِ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ...ثُمَّ اسْتَأْخَرَ غَيْرَ بَعِيْدٍ
ثُمَّ قَالَ : تَقُوْلُ اِذَا اَقَمْتَ الصَّلاَةَ : اَللهُ اَكْبَر - اَللهُ اَكْبَرُ ُ،
اَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ , اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ
اللهِ ، حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ , حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ ، قَدْ قَامَتِ
الصَّلاَةُ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ . اَللهُ اَكْبَرُ - اَللهُ اَكْبَرُ، لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ . (أحمد وابو داود –
فقه السنه 1 : 112).
|
·
Telah berkata Ibnu Abdi Al-Bar : “Imam Ahmad telah
berpendapat, juga Ishaq, Dawud dan Ibnu Jarir; sesungguhnya hal itu merupakan
perbedaan yang mubah (boleh-boleh saja). Apabila mengamalkan empat kali
takbir yang awal pada adzan atau dua-dua, atau mengulang-ulang tasyahud, atau
tidak mengulang-ulang tasyahud, atau dua-dua kali iqamah, atau semua lafadz
(ucapan)-nya sekali-sekali kecuali “Qad Qamati Al Shalah”, maka semua cara
seperti itu diperbolehkan”. (Fat-hu Al Bari II : 84).
|
·
قَالَ ابْنُ
عَبْدِ الْبَرِّ : ذَهَبَ اَحْمَدُ وَاِسْحَاقُ وَدَاوُدَ وَابْنُ جَرِيْرٍ
اِلَى اَنَّ ذَلِكَ مِنَ اْلإِخْتِلاَفِ الْمُبَاحِ فَاِنْ رَبَّعَ
التَّكْبِيْرَ اْلاَوَّلَ فِى اْلاَذَانِ اَوْثَنَّاهُ اَوْ رَجَّعَ فِى
التَّسَهُّدِ اَوْ لَمْ يُرَجِّعْ اَوْثَنَّى اْلإِقَامَةَ اَوْ اَفْرَدَهَا
كُلَّهَا اَوْ اِلاَّ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ فَالْجَمِيْعُ جَائِزٌ .(فتح
البارى 2 : 84).
|
ADZAN
DAN IQOMAT
( Bagian Ke-3 )
Takbir Pertama Dalam Adzan
(Manakah yang arjah/lebih kuat, takbir yang pertama
dalam adzan itu yang empat kali atau yang dua kali ?)
Adzan dengan empat kali takbir pada permulaannya,
dinamakan orang adzan ahli Makkah, dan adzan dengan dua kali takbir pada
permulaannya, dinamakan ahli Madinah.
Ibnu Hazm, dalam Al Muhalla menyatakan :
1. “Dan yang kami
sukai dari kedua macam adzan itu ialah adzan ahli Makkah (yaitu Allahu Akbar
, empat kali)”.
|
1.
وَأَحَبُّ
ذَلِكَ إِلَيْنَا آَذَانُ أَهْلِ مَكَّةَ. (المحلى).
|
2. “…Dan karena empat kali takbir dalam permulaan
adzan itu amal ahli Makkah dan Makkah itu tempat berkumpul orang-orang Islam
pada musim-musim haji dan lainnya dan tidak ada seorangpun yang mengingkarinya.”
|
2. ...وَبِأَنَّ التَّرْبِيْعَ
عَمَلُ أَهْلِ مَكَّةَ وَهِيَ مَجْمَعُ الْمُسْلِمِيْنَ فِى الْمَوَاسِمِ
وَغَيْرِهَا وَلَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ أَحَدٌ . (نيل 2 : 39).
|
Dengan dua keterangan ini, kita dapat mengetahui bahwa
adzan dengan empat kali takbir pada permulaannya itu, adalah adzan ahli Makkah.
Abu
Mahdzurah diperintah oleh Rasulullah supaya jadi mu’adzdzin di Mekkah, dan pada
saat itu Abu Mahdzurah mengharapkan ketegasan dengan katanya :
3. “Engkau
menyuruhku adzan di Mekkah?” Rasulullah saw. menegaskan : “Ya, Aku telah
menyuruh kamu dengannya”. (H.R. An-Nisai 2 : 5).
|
3.
أَمَرْتَنِى
بِالتَّأْذِيْنِ بِمَكَّةَ ؟ قَالَ, نَعَمْ قَدْ أَمَرْتُكَ بِهِ. (ر. النسائى 2
: 5).
|
Abu Mahdzurah menetap dan wafat di Mekkah pada tahun 79 H, dan setelah
ia wafat tugas adzannya dilanjutkan oleh anaknya dan cucunya, dalam syarah
Muslim diterangkan :
4. “Dan tetap
muqim di Makkah, dan waris mewarisi, turun temurun anak cucunya melanjutkan
tugas adzannya”. (Sy. Muslim 2 / 8).
|
4.
وَلَمْ
يَزَلْ مُقِيْمًا بِمَكَّةَ وَتَوَا رَثَتْ ذُرِّيَّتُهُ اْلآَذَانَ. (مسلم).
|
5. “Telah
mengajarkan kepadaku Rasulullah, Adzan dengan sabdanya : Allahu Akbar (empat
kali)”. (H.R. Abu Daud I : 117-118, An-Nisai 2 : 5, Ibnu Majah no. 708-709).
|
5.
عَلَّمَنِى
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اْلآَذَانَ فَقَالَ :
"اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ
أَكْبَرُ..."
|
6. “Dan hadits
Abu Mahdzurah tersebut adalah hadits shahih dan diriwayatkan bukan hanya
dengan satu jalan, dan itulah yang diamalkan di Makkah, dan ini adalah
pilihan Imam Syafi’I”.
|
6.
حَدِيْثُ
أَبِى مَحْذُوْرَةَ فِى اْلآَذَانِ حَدِيْثٌ
صَحِيْحٌ. وَقَدْ رُوِيَ مِنْ غَيْرِ وَجْهٍ وَعَلَيْهِ الْعَمَلُ بِمَكَّةَ
وَهُوَ قَوْلُ الشَّافِعِيُّ. (الترمذى 11 : 117).
|
Imam Muslim meriwayatkan adzan Abi Mahdzurah dengan
empat kali takbir pada permulaannya, dan juga ia meriwayatkan dengan dua kali
takbir.
Tapi yang cocok dengan kenyataan, praktik di Mekkah,
yang muadzdzinnya Abu Mahdzurah dan seterusnya anak cucunya, ialah yang empat
kali takbir, bukan yang dua kali.
Ibnu Taimiyyah dengan tegas menandaskan bahwa empat
kali takbir dalam permulaan adzan itu adalah riwayat Muslim. Pernyataan Ibnu
Taimiyyah itu dapat dibuktikan, sebab dalam shahih Muslim dengan jelas ditulis
demikian yaitu riwayat dari Ishaq.
Dalam kitab “At Taj” hadits Abi Mahdzurah termaksud,
dinyatakan : Diriwayatkan oleh AlKhamsah kecuali AlBukhari, yakni diriwayatkan
oleh Muslim, Abu Daud, At Tirmidzi dan An Nisai.
Hadits
termaksud diriwayatkan pula oleh Imam Syafi’i, Ibnu Hiban, dan Abu Nu’aim. Al
Baihaqi menegaskan bahwa hadits termaksud diriwayatkan oleh Muslim dari Ishaq.
Ibnu ‘lQoyim menambah keterangannya : “Dan ternyata disebagian riwayat Muslim,
dinyatakan dengan empat kali takbir, dan diriwayat ini harus dimasukkan ke
dalam Ash Shahih.” (Nailu ‘lAuthar 1 : 46).
Kita mengakui, bahwa dari antara yang diriwayatkan Muslim
itu ada yang mengatakan takbir adzan itu dua kali, tapi hal itu tidak cocok
dengan praktek yang dilakukan oleh ahli Mekkah, sedangkan yang jadi
muadzdzinnya ialah Abi Mahdzurah sendiri.
Al Khthabi berpendapat, bahwa sanad yang mengatakan
“tatsniyatu’l Adzan” itu “ashah” yakni lebih shahih, dan dinyatakan bahwa
“tatsniyatu’l Adzan” itu yang berlaku diamalkan di Al Haromain, yaitu Mekkah
dan Madinah.
Bila yang dimaksud dengan “tatsniyatu’l Adzan” takbir
adzan dua kali itu adzan ahli Madinah, yang lebih mengetahui tentang
sunah-sunah Rasul alasan seperti itu belum jadi alasan yang kuat, sebab yang
mesti jadi pegangan ialah haditsnya.
Keterangan Al Khathab termaktub dalam Nailul Authar
mendapat sanggahan, yaitu dengan kata-kata “walhaqqu”, ada pun yang haq ialah
riwayat “tarbi” yakni empat kali itu arjahu, lebih rajih.
Bilal muadzdzin Rasulullah di Madinah. Bagaimana adzan
yang diajarkan kepada Bilal? Adzan yang diajarkan kepada Bilal dengan empat
kali takbir. Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbih, menghadap kepada Rasulullah
saw. melaporkan adzan yang dia terima dari mimpi, dan Rasulullah membenarkan
hal itu, dan ia menyuruh supaya adzan itu disampaikan (diajarkan) kepada Bilal,
untuk disuarakan, sebab suara Bilal lebih baik dari pada suara Abdullah bin Zaid,
diterangkan dalam riwayat itu :
7. “Sesungguhnya mimpi itu adalah mimpi yang haq,
Insya Allah, pergilah beserta Bilal, dan ajarkan kepadanya seperti yang kamu
terima dalam mimpi itu, sesungguhnya dia lebih bagus suaranya dari pada suara
kamu.” (Nail 2 / 38).
|
7.
إِنَّهَا
لَرُؤْيَا حَقٍّ إِنْ شَاءَ اللهُ , فَقُمْ مَعَ بِلاَلٍ , فَأَلْقِ عَلَيْهِ
مَا رَأَيْتَ فَإِنَّهُ أَنْدَى صَوْتًا مِنْكَ . (نيل 2 : 38).
|
8. “Dan nyatalah dengan ketetapan ini rojihnya
pendapat yang mengatakan takbir empat kali dalam permulaan adzan dari pada
pendapat orang yang mengatakan dua kali.” (Fathul Bari 2 : 66).
|
8.
وَيَظْهَرُ
بِهَذَا التَّقْرِيْرِ تَرْجِيْحُ قَوْلِ مَنْ قَالَ بِتَرْبِيْعِ التَّكْبِيْرِ
فِى أَوَّلِهِ عَلَى مَنْ قَالَ بِتَثْنِيَتِهِ. (فتح البارى 2 : 66).
|
9. “Dan yang benar, ialah riwayat-riwayat yang
mengatakan empat kali takbir lebih rojih.” (Fathul Bari 2 : 34).
|
9.
اَلْحَقُّ
أَنَّ رِوَايَاتِ التَّرْبِيْعِ أَرْجَحُ. (فتح البارى 2 : 34).
|
ADZAN
DAN IQOMAT
( Bagian Ke-4 )
Disyari’atkannya Adzan Dan Iqomat
Hanya Untuk Shalat (Shalat Wajib)
1. Adzan
menurut syara’ adalah pemberitahuan masuk waktu shalat dengan lafaz-lafaz
yang khusus (tertentu).
|
1. َاْلآَذَانُ الشَّرْعِيُّ هُوَ إِعْلاَمُ بِدُخُوْلِ
وَقْتِ الصَّلاَةِ بِاَلْفَاظٍ مَخْصُوْصَةٍ
|
2. Adzan
menurut syara’ adalah pemberitahuan masuk waktu shalat dengan lafaz-lafaz
yang telah ditentukan oleh Syari’.
|
2. اَ ْلإِعْلاَمُ بِدُخُوْلِ وَقْتِ الصَّلاَةِ
بِاْلاَلْفَاظِ الَّتِى عَيَّنَهَا الشَّارِعُ.
|
3. Hadits dari
Malik bin Huwairits : “Sesungguhnya Nabi telah bersabda : “Apabila datang
waktu shalat, hendaklah salah seorang di antara kamu adzan, dan hendaklah
yang paling tua di antara kamu menjadi imam”. (H.R. Bukhari & Muslim).
|
3. وَعَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ اَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ
فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ اَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ اَكْبَرَكُمْ. (متفق عليه).
|
4. Telah
berkata Jabir : “Saya pernah hadir di Hari Raya bersama Nabi saw. maka Nabi
mulai shalat sebelum khutbah, dengan tidak pakai adzan dan tidak pakai iqamat”.
(H.R. Muslim).
|
4. قَالَ جَابِرٌ : شَهِدْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلاَةَ يَوْمَ الْعِيْدِ فَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ
قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ اَذَانٍ وَلاَ اِقَامَةٍ. (ر. مسلم).
|
5. Jabir
Ibnu Abdillah ra berkata, “Saya hadir bersama Rasulullah saw pada hari raya,
kemudian beliau memulai shalat sebelum khutbah tanpa adzan ataupun iqamah.
Selanjutnya , beliau berdiri dan berpegang pada Bilal, kemudian memerintah
pada manusia agar taqwa kapada Allah dan ta’at. Beliau juga menasihati
orang-orang dan mengingatkan mereka. Setelah selesai, beliau turun dan menuju
tempat perempuan, kemudian mengingatkan mereka. (Shahih Muslim 2 : 603 no.
885).
|
5. قَالَ جَابِرٌ بْنُ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
شَهِدْتُ مَعَ النَّبِيِّ يَوْمَ الْعِيْدِ فَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ قَبْلَ
الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ ثُمَّ قَامَ مُتَوَكِّئًا
عَلَى بِلاَلٍ فَأَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ وَحَثَّ عَلَى الطَّاعَةِ وَوَعَظَ
النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ فَلَمَّا فَرَغَ نَزَلَ فَأَتَى النِّسَاءَ فَذَكَّرَ
هُنَّ.
|
6. Telah
berkata Aisyah : “Bahwa di zaman Rasulullah saw. pernah gerhana matahari,
maka Rasulullah kirim orang menyeru : Ash Shalatu Jami’ah (berkumpulah untuk
shalat). (H.R. Bukhari).
|
6. قَالَتْ عَائِشَةُ : اَنَّ الشَّمْشَ خَسَفَتْ عَلَى
عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَ مُنَادِيًا : اَلصَّلاَةُ
جَامِعَةٌ . (ر. البخارى).
|
7. Telah
berkata Abu Hurairah : Nabi saw. pernah keluar pada satu hari untuk shalat
minta hujan, lalu ia shalat dengan kami dua raka’at, dengan tidak pakai adzan
dan tidak pakai iqamat. (H.R. Ahmad).
|
7. قَالَ اَبُوْ هُرَيْرَةَ : خَرَجَ نَبِيُّ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا يَسْتَسْقِيْ فَصَلَّى بِنَا
رَكْعَتَيْنِ بِلاَ اَذَانٍ وَلاَ اِقَامَةٍ . (ر. أحمد).
|
ADZAN
DAN IQOMAT
( Bagian Ke-5 )
Adzan dan Iqomat Pada Telinga Bayi
Yang Baru Dilahirkan
Pendapat Pertama yang menyatakan “ Termasuk Sunnah Adzan dan Iqomat Pada
Telinga Bayi Yang Baru Dilahirkan “
1. Termasuk
sunnah, adzan pada telinga kanan bayi, dan qamat pada telinga kiri bayi, agar
yang pertama kali mengetuk telinganya adalah Nama Allah. (Fiqhu Al Sunnah III
: 329).
|
1. وَمِنَ السُّنَّةِ اَنْ يُؤَذِّنَ فِى اُذُنِ
الْمَوْلُوْدِ الْيُمْنَى وَيُقِيْمَ فِى اْلاُذُنِ الْيُسْرَى لِيَكُوْنَ
اَوَّلُ مَا يَطْرُقُ سَمْعَهُ اِسْمَ اللهِ . (فقه السنة 3 : 329).
|
2. Dari Abi
Rafi ia berkata : “Saya melihat Rasulullah saw. adzan pada telinga Husain
ketika Fatimah malahirkannya”. (H.R. Ahmad. Demikian juga Abu Dawud serta Tirmidzi
menshahihkannya, keduanya mengatakan Hasan). (Nailu Al Authar V : 154).
|
2. وَعَنْ اَبِى رَافِعٍ قَالَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَذَّنَ فِى اُذُنِ الْحُسَيْنِ حِيْنَ
وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ بِالصَّلاَةِ . (ر. احمد وكذلك الترمذى وصحه وقالا
(الحسن). (نيل الاوطار 5 : 154).
|
3. Ibnu Al
Sinni telah meriwayatkan hadits yang marfu dari Husain bin Ali dengan lafadh
: “Siapa yang melahirkan seorang anak, kemudian adzan di telinga kanan dan
qamat di telinga kiri, maka ia tidak akan diganggu oleh Ummu Al Syiban
(gangguan jin)”. (Nailu Al Authar V : 155).
|
3. وَاَخْرَجَ ابْنُ السِّنِى مِنْ حَدِيْثِ الْحُسَيْنِ
بْنِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَرْفُوْعًا بِلَفْظٍ : مَنْ وُلِدَ لَهُ
مَوْلُوْدٌ فَاَذَّنَ فِى اُذُنِهِ الْيُمْنَى وَاَقَامَ فِى الْيُسْرَى لَمْ
تَضُرُّهُ اُمُّ الصِّبْيَانِ. (نيل الاوطار 5 : 155 , وَاُمُّ الصِّبْيَانِ هِيَ التَّابِعَةُ مِنَ
الْجِنِّ ).
|
4. Diriwayatkan
dari Umar bin Abdu Al Aziz bahwa ia beradzan di telinga kanan bayi dan qamat
di telinga kirinya pada saat bayi itu dilahirkan. (Tuhfatu Al Ahwadzi V :
107).
|
4. رُوِيَ عَنْ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيْزِ كَانَ
يُؤَذِّنُ فِى الْيُمْنَى وَيُقِيْمُ فِى الْيُسْرَى اِذَا وُلِدَ الصَّبِيُّ .
(تحفة الاحوذى 5 : 107).
|
Pendapat Kedua yang menyatakan “ Tidak
Disyari’atkan Adzan dan Iqomat Pada Telinga Bayi Yang Baru Dilahirkan “
1. Hadits Abi
Rafi itu daif, tidak dapat dijadikan hujjah. Atas dasar : Pada sanadnya ada
seorang bernama Ashim bin Ubaidi Allah bin Ashim bin Umar bin Khaththab. Imam
Malik menganggap dia tercela / cacat. Menurut Ibnu Ma’in ia daif haditsnya,
serta tidak dapat dijadikan hujjah, juga ia telah diperbincangkan oleh yang
lain. Abu Hatim Muhammad Al Busti telah mengkritik riwayat hadits ini, juga
yang lain. (Tuhfatu Al Ahwadzi V : 107).
|
1. حَدِيْثُ اَبِى رَافِعٍ ضَعِيْفٌ لاَ يُحْتَجُّ بِهِ.
وَفِى اِسْنَادِهِ عَاصِمُ بْنُ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ
وَقَدْ غَمَزَهُ اْلاِمَامُ مَالِكٌ . وَقَالَ ابْنُ مَعِيْنٍ ضَعِيْفٌ لاَ
يُحْتَجُّ بِحَدِيْثِهِ وَتَكَلَّمَ فِيْهِ غَيْرُهُمَا وَانْتَقَدَ عَلَيْهِ
اَبُوْ حَاتِمٍ مُحَمَّدُ ْبنِ حِبَّانِ الْبَسْتِى رِوَايَةَ هَذَا الْحَدِيْثِ
وَغَيْرِهِ . (تحفة
الاحوذى).
|
2. Yang
menjadi bahan pembicaraan dalam hadits ini ialah Ashim bin Ubaidillah, dia
itu daif. Menurut Imam Al Bukhari : “Munkaru Al Hadits”. (Nailu Al Authar V :
155).
|
2. وَمَدَارُهُ عَلَى عَاصِمِ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ وَهُوَ
ضَعِيْفٌ . قَالَ الْبُخَارِىُّ مُنْكَرُ الْحَدِيْثِ . (نيل الاوطار 5 :
155).
|
3. Menurut Al
Bukhari : Setiap orang yang kami nyatakan (MUNKARU AL HADITS), maka ia tidak
dapat dijadikan hujjah, dalam ungkapan lain beliau menyatakan “tidak halal
meriwayatkannya”.
|
3. قَالَ الْبُخَارِىُّ : كُلُّ مَنْ قُلْتُ فِيْهِ
مُنْكَرُ الْحَدِيْثِ لاَ يُحْتَجُّ بِهِ وَفِى لَفْظٍ لاَ تَحِلُّ الرِّوَايَةُ
عَنْهُ.
|
4. Hadits
tersebut juga diriwayatkan oleh Al Tharani : dalam “Al Kabir”, dalam sanadnya
terdapat seorang bernama Hamad bin Syu’aib dan dia daif sekali. (Majma’u Al
Zawaid IV : 60).
|
4. رَوَاهُ الطَّبْرَانِيُّ فِى الْكَبِيْرِ وَفِيْهِ
حَمَّادُ بْنُ شُعَيْبٍ وَهُوَ ضَعِيْفٌ جِدًّا . (مجمع الزوائد 4 : 60).
|
5. Berkata
Ibnu Khuzaimah : “Saya tidak berhujjah dengannya karena jelek hapalannya”,
demikian diriwayatkan dalam “Hizanu Al Itidal ; Tuhfatu Al Ahwadzi V : 108).
|
5. وَقَالَ ابْنُ حُزَيْمَةَ : لاَ اَحْتَجُّ بِهِ
لِسُوْءِ حِفْظِهِ كَذَا فِى مِيْزَانِ اْلاِعْتِدَالِ. (تحفة الاحواذى 5 : 108)
|
6. Hadits
tersebut diriwayatkan oleh Abu Ya’la, dalam sanadnya ada nama Marwan bin
Salim Al Ghifari, dia itu matruk (ditinggalkan). (Majma’u al Zawaid IV : 59).
|
6. رَوَاهُ اَبُوْ يَعْلَى وَفِيْهِ مَرْوَانُ بْنِ
سَالِمٍ الْغِفَارِىُّ وَهُوَ مَتْرُوْكٌ . (مجمع الزوائد 4 : 59).
|
7. Menurutku
(Pengarang Tuhfatu Al Ahwadzi) Imam Nawawi telah mengatakan dalam “Syarah
Jami’u Al Shagir”, sanad hadits itu daif. (Tuhfatu Al Ahwadzi V : 108).
|
7. قُلْتُ : قَالَ الْمَنَاوِى فِى شَرْحِ الْجَامِعِ
الصَّغِيْرِ : اِسْنَادُهُ ضَعِيْفٌ . (تحفة الاحواذى 5 : 108).
|
8. Menurut Al
Hafidh dalam “Al Talkhis”, hadits Umar bin Abdu al Aziz yang berbunyi :
“Sesungguhnya ia, apabila mempunyai anak yang baru dilahirkan, ia beradzan di
telinga kanan bayi dan qamat di telinga kirinya”. Hadits tersebut tidak
bersanad. (Tuhfatu Al Ahwadzi V : 108).
|
8. وَقَالَ الْحَافِظُ فِى التَّلْخِيْصِ : حَدِيْثُ
عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيْزِ اَنَّهُ كَانَ اِذَا وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ اَذَّنَ
فِى اُذُنِهِ الْيُمْنَى وَاَقَامَ فِى اُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ اَرَهُ
مُسْنَدًا. (تحفة الاحواذى 5 : 108).
|
-------------- *** ---------------
ADZAN
DAN IQOMAT
( Bagian Ke-6 )
Masalah Tatswib
Disyari’atkannya Dua Kali Adzan Shubuh dan
Fungsinya
1. Dari Ibnu
Mas’ud, sesungguhnya Nabi saw. bersabda: “Janganlah menghalangi salah seorang
di antara kamu dari makan sahur dengan adanya adzan Bilal, karena
sesungguhnya ia beradzan, atau (dalam riwayat lain): Ia menyeru di waktu
malam agar yang sedang shalat tahajjud segera bersiap-siap (mengingat waktu
hampir shubuh) dan untuk membangunkan mereka yang masih tdur. (H.R. Jama’ah
kecuali Tirmidzi; Nailu Al Authar II : 54).
|
1.
وَعَنِ
ابْنِ مَسْعُوْدٍ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ
يَمْنَعَنَّ اَحَدَكُمْ آَذَانُ بِلاَلٍ مِنْ سَحُوْرِهِ فَاِنَّهُ يُؤَذِّنُ
اَوْ قَالَ يُنَادِىْ بِلَيْلٍ لِيَرْجِعَ قَائِمُكُمْ وَيُوْقَظُ نَائِمُكُمْ .
(ر. الجماعة الا الترمذى, نيل الاوطار 2 : 54).
|
2. Dari Aisyah
dari Nabi saw. sesungguhnya ia berkata: “Sungguh Bilal beradzan di waktu
malam, maka makanlah, dan minumlah, sampai tiba adzannya Ibnu Umi Maktum.
(H.R. Bukhari; Fathu Al Bari II : 104).
|
2.
عَنْ
عَائِشَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ :
اِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتَّى يُؤَذِّنَ
اِبْنُ اُمِّ مَكْتُوْمِ . (البخارى, فتح البارى 2 : 104).
|
3. Telah
berpendapat pengikut Hanafi, sesungguhnya melakukan adzan sebelum fajar,
tidak memakai lafadz-lafadz adzan, hanya sekedar peringatan atau
pemberitahuan waktu sahur, sebagaimana terjadi pada orang-orang di masa
sekarang dan pendapat ini ditolak. (Fathu Al Bari II : 104).
|
3.
وَادَّعَى
بَعْضُ الْحَنَفِيَّةِ اَنَّ النِّدَاءَ قَبْلَ الْفَجْرِ لَمْ يَكُنْ
بِاَلْفَاظِ اْلآَذَانِ وَاِنَّمَا كَانَ تَذْكِيْرًا اَوْتَسْحِيْرًا كَمَا
يَقَعُ لِلنَّاسِ الْيَوْمَ وَهَذَا مَرْدُوْدٌ. (فتح البارى2 : 104)
|
4. Telah
banyak riwayat hadits yang mengungkapkan dengan lafadz-lafadz adzan, maka dengan
itu hendaklah didahulukan makna adzan menurut syara Kalaulah adzan dengan
lafadh-lafadh tertentu (bukan lafadh adzan biasanya) tentu tidak akan membuat
ragu bagi mendengar, sedangkan menurut alur ucapan adzan memberi kesan adanya
keraguan pada mereka. (Fathu Al Bari II : 104).
|
4.
وَقَدْ
تَضَافَرَتِ الطُّرُقُ عَلَى التَّعْبِيْرِ بِلَفْظِ اْلآَذَانِ فَحَمْلُهُ
عَلَى مَعْنَاهُ الشَّرْعِىِّ مُقَدَّمٌ وَِلاَنَّ اْلآَذَانَ اْلاَوَّلَ
لَوْكَانَ بِاَلْفَاظٍ مَخْصُوْصَةٍ لَمَّا الْتَبَسَ عَلَى السَّامِعِيْنَ
وَسِيَاقُ الْخَبَرِ يَقْتَضِى اَنَّهُ خَشِيَ عَلَيْهِمُ التِّبَاسَ. (فتح
البارى 2 : 104).
|
5. Ibnu Al
Qaththan telah menyatakan bahwa yang demikian itu (adzan awal) hanya berlaku
di bulan Ramadhan saja, akan tetapi pendapat itu mesti ditinjau kembali.
(Fathu Al Bari 2 : 104).
|
5.
وَادَّعَى ابْنُ
الْقَطَانِ اَنَّ ذَلِكَ كَانَ فِى رَمَضَانَ خَاصَّةً وَفِيْهِ نَظَرٌ. (فتح
البارى 2 : 104).
|
6. Pendapat
ini menyalahi hikmah disyariatkannya adzan, yaitu agar bersiap-siap orang
yang sedang shalat tahajjud, serta untuk membangunkan orang yang masih tidur.
Yang demikian itu tidak dikhususkan pada bulan Ramadhan saja.
|
6.
وَهَذَا
مُخَالِفٌ لِحِكْمَةِ تَشْرِيْعِهِ يَعْنِى: لِيَرْجِعَ قَائِمُكُمْ وَيُوْقَظَ
نَائِمُكُمْ. وَهَذَا لاَ يُخْتَصُّ بِرَمَضَانَ.
|
7. Adzan
menurut syarat adalah pemberitahuan masuk waktu shalat dengan lafadh-lafadh
yang dikhususkan, sedangkan adzan sebelum waktunya bukan pemberitahuan waktu
shalat.
|
7.
وَاْلآَذَانُ
الشَّرْعِىُّ هُوَ اِعْلاَمُ بِدُخُوْلِ وَقْتِ الصَّلاَةِ بِاَلْفَاظٍ
مَخْصُوْصَةٍ وَاْلآَذَانُ قَبْلَ الْوَقْتِ لَيْسَ اِعْلاَمًا بِالْوَقْتِ.
|
8. Sesungguhnya
pemberitahuan waktu shalat itu lebih umum, yaitu pemberitahuan telah masuk
waktu shalat atau hampir masuk waktu. Hanya saja untuk shalat shubuh
diistimewakan dari shalat-shalat lain. Dikarenakan shalat pada awal waktu dicintai, sedangkan shalat shubuh
biasanya dilakukan setelah tidur, maka (untuk shalata shubuh) tepat diangkat
seseorang untuk membangunkan orang tidur sebelum waktu shubuh agar mereka
bersiap-siap serta mendapat keutamaan awal waktu. Allah Maha Tahu. (Fathu Al Bari
II : 105).
|
8.
اِنَّ
اْلاِعْلاَمَ بِالْوَقْتِ اَعَمُّ مِنْ اَنْ يَكُوْنَ اِعْلاَمًا بِاَنَّهُ
دَخَلَ اَوْقَارَبَ اَنْ يَدْخُلَ . وَاِنَّمَا اخْتُصَّتِ الصُّبْحُ بِذَلِكَ
مِنْ بَيْنِ الصَّلَوَاتِ ِلاَنَّ الصَّلاَةَ فِى اَوَّلِ وَقْتِهَا مُرَغَّبٌ
فِيْهِ وَالصُّبْحُ يَأْتِىْ غَالِبًا عَقِبَ نَوْمٍ فَنَاسَبَ اَنْ يَنْصِبَ
مِنْ يُوْقِظُ النَّاسَ قَبْلَ دُخُوْلِ وَقْتِهَا لِيَتَأَهَّبُوْا
وَيُدْرِكُوْا فَضِيْلَةَ اَوَّلِ الْوَقْتِ وَاللهُ اَعْلَمُ. (فتح البارى 2 :
105).
|
ADZAN
DAN IQOMAT
( Bagian Ke-7 )
Masalah Tatswib(II)
Tentang
Tastwib Pada Adzan Shubuh ?
Hanya saja adzan awal tidak memakai lafadh : Al-Shalatu
Khairun Min Al-Naum dan dilakukan di adzan shubuh. (Al-Sunan wa
Al-Muthtadi’at : 49).
|
اِلاَّ اَنَّ اَذَانَ اْلاَوَّلِ يُجَرَّدُ مِنَ الصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ
النَّوْمِ وَيُؤْتَى بِهَا فِى اَذَانِ الصُّبْحِ . (السنن والمبتدعات: 49).
|
Dari Abu Mahdzurah ia berkata : Aku bertanya : “Ya
Rasulullah ajarkanlah kepadaku sunnatnya adzan”. Lalu Nabi mengajarkannya
seraya bersabda : “Apabila keadaan shalat shubuh katakanlah olehmu : Al-Shalatu
Khairun Min Al-Naumi; Al-Shalatu Khairun Min Al-Naumi; Allahu Akbar; Allahu
Akbar; La Ilaaha Illa Allah”. (H.R. Ahmad dan Abu Dawud; Nailu Al-Authar
II : 50).
|
وَعَنْ اَبِى مَحْذُوْرَةَ قَالَ : قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ عَلَّمَنِى
سُنَّةَ اْلاَذَانِ , فَعَلَّمَهُ , وَقَالَ : فَاِنْ كَانَتْ صَلاَةُ الصُّبْحِ
قُلْتَ : اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ , اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ
النَّوْمِ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ . (ر. احمد
وابو داود – نيل الاوطار 2 : 50).
|
Keterangan :
Dalam sanad hadits tersebut ada nama Muhammad bin
Abdi Al-Malik bin Abi Mahdzurah, serta Harits bin Ubaid, sedangkan yang
pertama tidak dikenal dan orang yang kedua jadi bahan perbincangan. (Nailu
Al-Authar II : 50).
|
وَفِى اِسْنَادِهِ مُحَمَّدُبْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ اَبِى
مَحْذُوْرَةَ وَالْحَرِثُ بْنُ عُبَيْدٍ وَاْلاَوَّلُ غَيْرُ مَعْرُوْفٍ
وَالثَّانِى فِيْهِ مَقَالٌ . (نيل الاوطار 2 : 50).
|
Hadits-Hadits Yang Menyatakan Bahwa Tastwib Pada Adzan
Awal Shubuh :
1. Dari Bilal
r.a, ia berkata : “Rasulullah telah memerintah kepadaku untuk tidak
bertatswib dalam (adzan) shalat kecuali pada shalat Fajar. (H.R. Ahmad;
Al-Fathu al-Rabbani III : 16).
|
1. عَنْ بِلاَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ اَمَرَنِىْ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ لاَ اُثَوِّبَ فِى شَيْئٍ
مِنَ الصَّلاَةِ اِلاَّ فِى صَلاَةِ الْفَجْرِ . (احمد, الفتح الربانى 3 : 16).
|
2. Dari Aisyah
dari Nabi saw. sesungguhnya ia berkata: “Sungguh Bilal beradzan di waktu
malam, maka makanlah, dan minumlah, sampai tiba adzannya Ibnu Umi Maktum.
(H.R. Bukhari; Fathu Al Bari II : 104).
|
2. عَنْ عَائِشَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ : اِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوْا
وَاشْرَبُوْا حَتَّى يُؤَذِّنَ اِبْنُ اُمِّ مَكْتُوْمِ . (البخارى, فتح البارى
2 : 104).
|
3
Jelas sudah, bahwa adzan Bilal itu terjadi pada
adzan awal shubuh. (karena yang biasa adzan shubuh ialah : Ibnu Umi Maktum).
|
وَقَدْ تَبَيَّنَ اَنَّ اَذَانَ بِلاَلٍ اِنَّمَا هُوَ فِى اْلاَذَانِ
اْلاَوَّلِ مِنَ الصُّبْحِ .
|
3. Dari Abi
Mahdzurah r.a, ia berkata : “Aku suka adzan di zaman Nabi pada shalat shubuh,
maka jika aku ucapkan Hayya Ala Al-Falah, lalu aku ucapkan Al-Shalaatu
Khairun Min Al-Naum; Al-Shalaatu Khirun Min Al-Naum” pada adzan awal.
(H.R. Ahmad, dan sanadnya shahih; Fathu Al-Rabbani III : 21).
|
3. عَنْ اَبِى مَحْذُوْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ
كُنْتُ اَؤَذِّنُ فِى زَمَانِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى
صَلاَةِ الصُّبْحِ فَاِذَا قُلْتُ : حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ قُلْتُ :
اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ اْلاَذَانَ اْلاَوَّلَ . (احمد وسنده جيد.
فتح الربانى 3 : 21)
|
4. Dari Abi
Mahdzurah r.a, ia berkata : “Aku suka adzan karena perintah Rasulullah, maka
aku ucapkan pada adzan fajar yang pertama (awal) Hayya Ala Al-Shalah;
Hayya Ala Al-Falah / Al-Shalaatu Khairun Min Al-Naum”. Al-Shalatu Khairun Min
Al-Naum”. Menurut Ibnu Hazm sanadnya shahih. (Sublu Al-Salam I : 120).
|
4. عَنْ اَبِى مَحْذُوْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ :
كُنْتُ اُؤَذِّنُ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكُنْتُ
اَقُوْلُ فِى اَذَانِ الْفَجْرِ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ
اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ , قَالَ
ابْنُ حَزْمٍ اِسْنَادُهُ صَحِيْحٌ . (سبل السّلام 1 : 12 – النسائى 2 : 12).
|
5. Diriwayatkan
juga dalam Sunan Baihaqi Kubra dari hadits Abi Mahdzurah bahwa ia bertatswib
di adzan awwal shubuh atas perintah Nabi. (Sublu Al-Salam I : 120).
|
5. وَمِثْلُ ذَلِكَ فِى سُنَنِ الْبَيْهَقِىِّ الْكُبْرَى
مِنْ حَدِيْثِ اَبِى مَحْذُوْرَةَ اَنَّهُ كَانَ يُثَوِّبُ فِى اْلاَذَانِ
اْلاَوَّلِ مِنَ الصُّبْحِ بِاَمْرِهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ). (سبل
السّلام 1 : 12).
|
6. Menurut
hadits Ibnu Khuzaimah dari Anas ia berkata : “Termasuk sunnah (Nabi) apabila
seorang Muadzdzin mengucapkan “Hayya Ala Al-Falah” di adzan fajar, ia
mengucapkan “Al-Shalatu Khairun Min Al-Naum” hadits ini telah
dishahihkan Ibnu Al-Sakan.
|
6. وَِلاِبْنِ حُزَيْمَةَ عَنْ اَنَسٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ : مِنَ السُّنَّةِ اِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ فِى الْفَجْرِ حَىَّ
عَلَى الْفَلاَحِ قَالَ : اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ. وَصَحَّحَهُ
اِبْنُ السَّكَن.
|
7. Dalam
riwayat Nasai bahwa Al-Shalatu
Khairun Min Al-Naum pada awal shubuh hadits ini merupakan taqyid
(pengikat) terhadap riwayat-riwayat yang mutlak.
|
7. وَفِى رِوَايَةِ النَّسَائِى : اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ
مِنَ النَّوْمِ اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ فِى اْلاَذَانِ اْلاَوَّلِ
مِنَ الصُّبْحِ وَفِى هَذَا تَقْيِيْدٌ لِمَا اَطْلَقَتْهُ الرِّوَايَاتُ.
|
Maksudnya :
Dalam satu hadits dinyatakan dengan mutlak ialah tanpa
menyebut adzan awal, dan dalam hadits ini dinyatakan dengan muqayyad (terikat)
dengan sebutan adzan awal. Jadi tentu saja yang kita amalkan itu termasuk
muqayyadnya sesuai dengan qaidah : “Hamlul Al-Muthlaq Alaa Al-Muqayyad”
menarik yang mutlak atas muqayyad.
8. Dari Abi
Sulaiman dari Abi Mahdzurah, ia berkata: “Aku mendengar ia berkata :
“Bagaimana aku adzan karena perintah Nabi, maka aku ucapkan pada adzan awal
shubuh, setelah “Hayya ala Al-falah; Hayya ala Al-falah; Al-Shalatu
Khairun Min Al-Naum - Al-Shalatu Khairun Min Al-Naum; Allahu Akbar;
Allahu Akbar; La Ilaha Illa Allah. (Al-Sunan Al-Kubra I : 422).
|
8. عَنْ اَبِى سُلَيْمَانَ عَنْ اَبِى مَحْذُوْرَةَ قَالَ
سَمِعْتُهُ يَقُوْلُ كَيْفَ اُؤَذِّنُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَكُنْتُ اَقُوْلُ فِى اْلاَذَانِ اْلاَوَّلِ مِنَ الْفَجْرِ بَعْدَ
حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ
مِنَ النَّوْمِ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ .
(السنن الكبرى 1 : 422).
|
Sesungguhnya disyariatkan tatswib itu pada adzan
awal shubuh, karena adzan awwal itu untuk membangunkan yang masih tidur, sedang
adzan kedua itu pemberitahuan masuknya waktu shubuh dan langsung mengajak
shalat. (Sublu Al-Salam I : 120).
|
فَشَرْعِيَةُ التَّثْوِيْبِ اِنَّمَا هِىَ فِى
اْلاَذَانِ اْلاَوَّلِ لِلْفَجْرِ ِلاَنَّهُ ِلاِيْقَاظِ النَّائِمِ وَاَمَّا
اْلاَذَانُ الثَّانِى فَاِنَّهُ اِعْلاَمٌ بِدُخُوْلِ الْوَقْتِ وَدُعَاءٌ اِلَى
الصَّلاَةِ . (سبل السّلام 1 : 120).
|
9. Dari Ibnu
Abbas r.a, ia berkata ; telah bersabda Rasulullah saw. “ fajar itu ada dua;
Waktu fajar dimana haram makan dan halal shalat,san fajardiaman haram shalat,
yaitu shalat shubuh dan halal padanya makan”.(HR. Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim
dan mereka berdua memandang hadits ini shahih.)
|
9. عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ :
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْفَجْرُ فَجْرَانِ :
فَجْرٌ يُحَرِّمُ الطَّعَامَ وَتَحِلُّ فِيْهِ الصَّلاَةُ وَفَجْرٌ تَحْرُمُ
فِيْهِ الصَّلاَةُ اَيْ صَلاَةُ الصُّبْحِ وَيَحِلُّ فِيْهِ الطَّعَامُ. (ر. ابن
خزيمة والحاكم وصحّحاه).
|
10. Hadits
diterima dari Saib Maula Abu Mahdurah dan ada tambahan padanya sabda Rasulullah
saw.,”Apabila adzan awwal shubuh, maka ucapkanlah” Al-Shalatu Khairun Min
Al-Naum - Al-Shalatu Khairun Min Al-Naum”.(HR. Ahmad – Fathur Rabani3 :
20)
|
10. عَنِ السَّائِبِ مَوْلَى أَبِى مَحْذُوْرَةَ : وَزَادَ
فِيْهِ قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِذَا اَذَّنْتَ
بِاْلاَوَّلِ مِنَ الصُّبْحِ فَقُلْ " اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِّنَ النَّوْمِ
. (احمد – فتح الرّبانى 3 : 20).
|
Menurut
saya (Ibnu Hajar) : berdasarkan keterangan ini bahwa Al-Shalatu Khairun
Min Al-Naum bukan merupakan lafadz adzan yang disyari’atkan untuk
mengajak shalat dan pemberitahuan waktunya, tapi merupakan lafadz yang
disyari’atkan untuk membangunkan yang tidur”.
|
قُلْتُ : وَعَلَى هَذَا لَيْسَ اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ
مِّنَ النَّوْمِ مِنَ اَلْفَاظِ اْلآَذَانِ الْمَشْرُوْعِ ِللدُّعَاءِ اِلَى
الصَّلاَةِ وَاْلاَخْبَارِ بِدُخُوْلِ وَقْتِهَا. بَلْ هُوَ مِنْ اَلْفَاظِ
الَّتِى شُرِعَتْ ِلاِيْقَاظِ النَّائِمِ .
|
Ibnu Ruslan berkata,”Hanya saja disyari’atkan
tatswib pada adzan awwal fajar, sebab untuk membangunkan yang tidur. Dan
adapun yang kedua untuk memberitahukan masuknya waktu shalat dan seruan untuk
shalat”.(Subulus Salam 1 : 120).
|
قَالَ ابْنُ رُسْلاَنَ : فَشَرْعِيَّةُ التَّثْوِيْبِ اِنَّمَا هِيَ فِى
اْلاَذَانِ اْلأَوَّلِ لِلْفَجْرِ ِلاَنَّهُ ِلاِيْقَاظِ النَّائِمِ وَاَمَّا
الثَّانِى فَاِنَّهُ اِعْلاَمٌ بِدُخُوْلِ الْوَقْتِ وَدُعَاءٌ اِلَى
الصَّلاَةِ. (سبل السّلام 1 : 120)
|
عن جابر رضه. قال : إنّ رسول الله ص. قال لبلال, يا بلال إذا أذّنت
فترسّل فى اذانك, وإذا أقمت فأحدر واجعل بين اذانك وإقامتك قدر ما يفرغ الاكل من
أكله والشّارب من شربه والمعتصر إذا دخل لقضاء حاجته ولا تقوموا حتّى ترونى.
(الترمذى : 195, البيهقى 1 : 478).
|
عن عليّ قال, كان رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يأمرنا أن
نزتّل الاذان ونحدر الإقامة. (الدارقطنى).
|
إذا أذنت فترسّل, وإذا أقمت فاحذم. (البيهقى 1 : 478).
|
عن عبد الله بن عبد الرّحمن بن أبى صعصعة أنّ أبا سعيد الخذرىّ قال له,
إنّى أراك تحبّ الغنم والبادية فإذا كنت فى غنمك او باديتك فارفع صوتك بالنّداء
فأنّه لاسمع صدى صوت المؤذّن ولا إنس ولاجنّ ولا شيء إلاّ شهد له يوم القيامة
قال أبو سعيد سمعته من رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (ر. أحمد
والبخارى والنسائى).
|
ADZAN
DAN IQOMAT
( Bagian Ke-8 )
Hukum Menjawab Adzan Dan
Lafadznya
1. Apabila
kamu mendengar adzan (panggilan) maka ucapkanlah sebagaimana yang dikatakan
oleh muadzin. (H.R. Al Jama’ah).
|
1. عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ
فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِّنُ. (الجماعة).
|
2. Dari
Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash bahwasanya ia mendengar Nabi saw. bersabda,
“Apabila kalian mendengar muadzin maka ucapkanlah seperti yang diucapkannya
…….” (HR. Al Jama’ah kecuali Al-Bukhari dan Ibnu Majah).
|
2. عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ
سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِذَا سَمِعْتُمُ
الْمُؤَذِّنُ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ .(ر. الجماعةإلاّ البخارى وابن ماجة)
|
3. Telah
berkata Umar : Rasulullah saw. telah bersabda : Apabila muadzin berkata :
Allahu Akbar 2x, seorang daripada kamu sambut (jawab) dengan : Allahu Akbar
2x …………………………………...…, dari pada hatinya, niscaya ia masuk surga. (H.R.
Muslim).
|
3. قَالَ عُمَرُ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ : اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ
اَكْبَرُ فَقَالَ اَحَدُكُمْ اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ ، ثُمَّ قَالَ :
اَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ , قَالَ : اَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلَهَ
اِلاَّ اللهُ ، ثُمَّ قَالَ : اَشْهَدُ
اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ , قَالَ : اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ
اللهِ ، ثُمَّ قَالَ : حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ قَالَ : لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ
اِلاَّ بِاللهِ , ثُمَّ قَالَ : حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ ، قَالَ : لاَ حَوْلَ
وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِاللهِ , ثُمَّ قَالَ : اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ
قَالَ : اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ، ثُمَّ قَالَ : لاَ اِلَهَ اِلاَّ
اللهُ , قَالَ : لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ ، مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ.(ر.
مسلم)
|
Do’a
Sesudah Adzan
Dari Jabir, sesungguhnya Rasulullah saw. telah
bersabda, “Siapa yang mengucapkan, ‘Allahumma… (yang artinya) Ya Allah, Tuhan
yang mempunyai panggilan yang sempurna ini, yang mempunyai shalat yang akan
didirikan ini, berikanlah kepada (Nabi) Muhammad derajat yang tinggi dan
pangkat yang mulia, dan tempatkanlah dia di tempat yang terpuji yang Engkau
telah janjikan, niscaya ia mendapatkan syafa’atku di hari kiamat.” (H.R. Al
Jamaah, kecuali Muslim).
|
عَنْ جَابِرٍ اَنَّ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ قَالَ حِيْنَ يَسْمَعُ
النِّدَاءَ اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ
الْقَائِمَةِ آَتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ
مَقَامًا مَّحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ
الْقِيَامَةِ . (ر. الجماعة إلا مسلما).
|
ADZAN
DAN IQOMAT
( Bagian Ke-9 )
Tentang Shalawat Setelah
Adzan
Dari Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash bahwasanya ia
mendengar Nabi saw. bersabda, “Apabila kalian mendengar muadzin maka
ucapkanlah seperti yang diucapkannya kemudian shalawatlah atasku karena siapa
yang bershalawat atasku Allah akan bershalawat atasnya 10 kali lalu
mintakanlah kepada Allah Al wasilah untukku karena sesungguhnya itu suatu tempat
di surga yang hanya layak bagi seorang hamba di antara hamba-hamba Allah aku
berharap akulah orangnya. Siapa yang memohonkan wasilah untukku telah halal
safa’atku baginya. (HR. Al Jama’ah kecuali Al-Bukhari dan Ibnu Majah).
|
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ
سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِذَا سَمِعْتُمُ
الْمُؤَذِّنُ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ ثُمَّ صَلُّوْا عَلَيَّ
فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ
سَلُوا اللهَ لِي الْوَسِيْلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الْجَنَّةِ لاَ
تَنْبَغِي إِلاَّ لِعَبْدِ مِنْ عِبَادِ اللهِ وَأَرْجُوْ أَنْ أَكُوْنَ أَنَا
هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِي الْوَسِيْلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ. .(ر. الجماعة
إلاّ البخارى وابن ماجة)
|
Penjelasan :
Kemudian ketahuilah bahwa shalawat atas Nabi saw.
setelah adzan tidak dengan cara-cara yang terjadi dewasa sekarang ini, tetapi
dengan perlahan-perlahan serta dengan lafadh yang diajarkan Nabi kepada para
shahabat, ketika mereka bertanya kepada beliau dengan ucapan : “Kami telah
mengetahui bersalam padamu, maka bagaimana kami harus bershalawat padamu?” Maka
Nabi menjawab kepada mereka : “Ucapkanlah oleh kamu : “Allohumma Shalli ‘Ala
Muhammad …..”. (Al Hadits).
Maka cara seperti ini (dengan cara suara yang keras)
adalah bid’ah yang diada-adakan. Rasulullah tidak memerintahkannya dan juga
tidak pernah dilakukan di masa hidupnya walau sekalipun, tidak juga dilakukan
Bilal dalam setiap kali adzannya di hadapan Nabi walau sekali saja, dan tidak
pula dilakukan seorangpun dari muadzin-muadzin Nabi dan tidak dilakukan di masa
Khulafa-u Al-Rasyidin sama sekali, dan tidak di zaman para shahabat yang lain,
tidak di zaman Tabi’in, tidak di zaman Tabi’ Al-tabi’in, tidak di zaman Imam
yang empat yang terpandang. Dan itu baru terjadi di zamannya Raja Shalihuddin
dilakukan oleh seorang laki-laki sufi yang bodoh, serta perbuatan tersebut
diingkari oleh para ahli ilmu. (Al-Sunan wa Al-Mubtada’at : 234).
Adapun bacaan shalawat muadzin atas Nabi saw. dengan
suara yang keras seperti adzan, sehingga orang-orang yang bodoh berkeyakinan
bahwa hal itu (shalawat) termasuk lafadh-lafadh adzan, maka ini adalah bid’ah
sayyiat (sesat/jelek). Orang yang pertama kali mengadakannya ialah Almaliku
Alshalih Najmuddin bin Yusuf pada akhir abad keenam. (Ta’liq Bulughu Almaram
: 41).
|
اَمَّا صَلاَةُ الْمُؤَذِّنُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصَوْتٍ عَالٍ مِثْلَ اْلآَذَانِ حَتَّى اعْتَقَدَ
الْجَهَلَةُ مِنَ النَّاسِ اَنَّ ذَلِكَ مِنْ اَلْفَاظِ اْلآَذَانِ فَهَذَا
بِدْعَةٌ سَيِّئَةٌ اَوَّلَ مِنْ اَحْدَثَهَا الْمَلِكُ صَالِحُ نَجْمُ
الدِّيْنِ بْنُ يُوْسُفَ فِى اَوَاخِرِ الْقَرْنِ السَّادِسِ. (تعليق بلوغ
المرام : 41).
|
Tentang Doa-Doa ( lainnya ) Setelah Adzan
Tambahan : Addarajaturrafi’ah (derajat yang
tinggi) di tengah-tengahnya adalah bid’ah, dan tambahan “Innaka La Tukhliful
Mi’ad (Sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janji) di akhirnya, aku
tidak mengetahuinya apakah itu shahih (dari Nabi) atau tidak. (Al-Sunnanu wa
Almubtadi’at : 47).
|
وَزِيَادَةُ : وَالدَّرَجَةُ الرَّفِيْعَةَ فِى
اَثْنَائِهِ بِدْعَةٌ. وَزِيَادَةُ اِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ , فِى
آَخِرِهِ لاَ اَعْرَفُهَا ثَابِتَةٌ اَمْ لاَ. (السنن والمبتدعات 47).
|
Tambahan kedua kalimat di atas (Addarajaturrafi’ah
di tengah dan Innaka La Tukhliful Mi’ad di akhirnya) hanya didapatkan
pada riwayat Al-Baehaqi. Pada sanad Al-Baehaqi tersebut terdapat tiga orang
wari yang tidak didapatkan riwayat hidupnya di dalam kitab-kitab rijal, yaitu;
Abul Abbas Muhammad bin Ya’kub , Abu Abdullah Al-Hafidz. Dan Abu Nashr Ahmad
bin Ali bin Ahmad Al Fahmi. Dalam Musnad Al Imam Ahmad dengan Tahqiq oleh Syueb
Al Arnuth, pada keterangannya dikatakan,”Tentang Tambahan Allohumma inni as
aluka bihaqqihi hadzihidda’wati, dan di akhir do’a dengan tambahan Innaka laa tukhliful mi’aad. Muhammad bin Auf
Athoi meriwayatkan secara sendirian-ia tsiqoh- dari Ali bin Ayyasy. Sebagian
Ahli ilmu memasukkan periwayatan seperti ini ke dalam lategori Syadz (Tahqiq
Musnad Al Imam Ahmad 23 : 120-121).
Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi saw. bersabda,
“Kemudian barangsiapa mendengar seruan (adzan), kemudian mengucapkan,
“Asyhadu alla ilaha ilallah wahdahu laa syarikalah wa anna muhammadan ‘abduhu
wa rosuluhu, allahumma shalli ‘alaihi wa balighu darajatal wasiilata ‘indika
waj’alnaa fii syafaa’atihi yaumal kiamah.” Aku bersaksi tidak
ada Tuhan selain Allah semata, tidak ada sekutu
bagi-Nya dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, ya Allah!
Limpahkanlah shalawat kepadanya dan sampaikanlah kepadanya derajat al Wasilah
dari sisi-Mu serta jadikanlah kami dalam syafaatnya (orang-orang yang
mendapat syafaat)”. Maka wajib baginya syafaat.
|
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَقَالَ : أَشْهَدُ أَنْ
لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ
وَبَلِّغْهُ دَرَجَةَ الْوَسِيْلَةِ عِنْدَكَ
وَاجْعَلْنَا فِى شَفَاعَتِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَجَبَتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ.
|
Keterangan :
Hadits ini dhaif karena pada sanadnya terdapat dua
orang rawi yang dhaif , yaitu Abdullah bin Kaisan al-Marwazi Abu Mujahid dan
Ishaq bin Abdullah bin Kaisan al-Marwazi. Dalam At-Tarikhul Kabir 5 : 178,
Al-Bukhari menerangkan,”Telah mendengar (hadits) darinya Isa bin Musa dan
al-Fadl bin Musa. Ia mempunyai anak yang diberi nama Ishaq. Ia munkar tidak
termasuk ahli hadits”.
Dari Abdullah bin Dlamrah as Saluliy mengatakan,
“Saya mendengar Abu Darda mengatakan, “Rasulullah saw. apabila beliau
mendengar seruan (adzan), beliau mengucapkan (berdoa) “Allahumma rabba
haadzihid da’watit taamati was shalaatil qaaimati shalli ‘ala muhammadin
‘abdika wa rasulika waj’alnaa fii syafaati yaumal kiyaamati” Ya Allah, Tuhan
yang mempunyai seruan yang sempurna dan shalat yang ditegakan ini,
limpahkanlah shalawat kepada Muhammad sebagai Hamba-Mu dan Rasul-Mu dan
tetapkanlah kami dalam syafaatnya pada hari Kiamat Rasulullah saw. bersabda,
“Barangsiapa mengucapkan doa ini setelah adzan, Allah akan tetapkan baginya
syafaatku pada hari Kiamat”. (H.R. At Thabrani, al Mu’jamul Ausath, IV :
397).
|
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ ضَمْرَةَ السَّلُوْلِيِّ قَالَ
: سَمِعْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ يَقُوْلُ : كَانَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَمِعَ النِّدَاءَ قَالَ : اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ
الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ وَاجْعَلْنَا فِى شَفَاعَتِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ قَالَ هَذَا عِنْدَ
النِّدَاءِ جَعَلَهُ اللهُ فِى شَفَاعَتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. (ر. الطبرانى,
المعجم الأوسط 4 : 397).
|
Keterangan :
Hadits ini pun dhaif karena pada sanadnya terdapat dua
rawi yang dhaih, yaitu Sulaiman bin Abu Karimah dan Shadaqah bin Abdullah as
Samini Abu Muawiyah. Ibnu Hajar menerangkan dalam kitabnya Lisanul Mizan 3 :
102,”sulaiman bin Abu Karimah adalah seorang rawi yang dinyatakan dhaif oleh
Abu Hatim”.Sedang mengenai Shadaqah, Imam Muslim menyatakan,”Munkarul
hadits”.begitu pula penilaian yang lainnya, lihat Tahdzibul Kamal 13 : 133-138.
Dari Jabir bin Abdullah, sesungguhnya Rasulullah
saw. bersabda, “Barangsiapa membaca ketika diseru oleh yang menyeru
(muadzin),” Allahumma robba hadzihid da’watit taammati was sholaatil qooimati
sholli ‘ala muhammadin war dla ‘anhu ridlon laa taskhatu ba’dahu, Ya Allah,
Tuhan yang mempunyai seruan yang sempurna dan shalat yang ditegakkan ini,
limpahkanlah shalawat kepada Muhammad dan ridlakanlah darinya dengan
keridlaan yang tidak ada kemurkaan setelahnya, maka Allah akan mengabulkan
permohonannya”. (H.R. Ahmad, Musnad al Imam Ahmad bin Hanbal, III : 337).
|
عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللِه صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ قَالَ حِيْنَ يُنَادِي الْمُنَادِي اَللَّهُمَّ
رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ صَلِّ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَارْضَ عَنْهُ رِضًا لاَ نَسْخَطُ بَعْدَهُ اسْتَجَابَ اللهُ لَهُ
دَعْوَتَهُ. (ر. أحمد).
|
Barangsiapa membaca ketika diseru oleh Muadzin untuk
shalat “Ya Allah, Tuhan yang mempunyai seruan yang sempurna dan shalat yang
ditegakkan ini, limpahkanlah shalawat kepada Muhammad dan ridlakanlah dariku
dengan keridlaan yang tidak ada kemurkaan setelahnya, maka Allah yang Maha
Gagah dan Maha Mulia akan mengabulkan permohonannya”.(HR.
At-Thabrani-Al-Mu’jamul Autsat 1 : 157).
|
مَنْ قَالَ حِيْنَ يُنَادِي الْمُنَادِي بِالصَّلاَةِ
اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَارْضَ عَنِّي رِضَاءً لاَ سُخْطَ بَعْدَهُ اِسْتَحَابَ
اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ.
|
Keterangan :
Kedua hadits di atas pun dhaif karena pada keduanya terdapat rawi
bernama Ibnu Lahi’ah, ia rawi yang dhaif.
ADZAN
DAN IQOMAT
( Bagian Akhir )
Tenang Dan Tidak
Terburu-Buru Bila Telah Mendengar Iqomah
Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi saw. bersabda:
“Apabila kalian mendengar iqamat maka berjalanlah untuk shalat, dan hendaklah
kalian dalam keadaan tentram dan janganlah terburu-buru, maka apa yang kamu
dapati (bersama imam) maka shalatlah (kerjakan sesuai keadaan imam) dan apa
yang tertinggal maka sempurnakanlah”. (H.R. Bukhari, 1: 118)
|
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. قَالَ: إِذَا سَمِعْتُمُ اْلإِقَامَةَ فَامْشُوْا إِلَى
الصَّلاَةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِيْنَةِ وَالْوِقَارِ وَلاَ تُسْرِعُوْا فَمَا
أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا. (ر. البخاري 1: 118)
|
Rasulullah saw. bersabda,”Jika makanan salah seorang
dari kamu sudah dihidangkan dan shalat akan didirikan, maka dahulukanlah
makan hidangan itu dan jangan tergesa-gesa sampai selesai”. (HR. Al-Bukhari
dan Muslim dari Ibnu Umar ra.).
|
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
: إِذَا وُضِعَ عَشَاءُ أَحَدِكُمْ وَأًُقِيْمَتِ الصَّلاَةُ فَابْدَأُوْا
بِالْعَشَاءِ وَلاَ يَعْجَلْ حَتَّى يَفْرَغَ مِنْهُ . (ر. البخارى ومسلم).
|
Antara Adzan Dan Iqomah
Adalah Sa’atul Ijabah Do’a
Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah saw.
bersabda, ‘Tidak akan ditolak doa antara adzan dan iqamat.” (H.R. Abu Daud).
|
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يُرَدَّ الدُّعَاءُ بَيْنَ اْلأَذَانِ وَاْلإِقَامَةِ.
(ر. أبو داود).
|
Tentang
Do’a Iqomah
Dari Abu Umamah atau sebagian sahabat Nabi saw.
“Sesungguhnya Bilal mulai iqamat, ketika telah mengucapkan qad qamatis
shalah, Nabi mengucapkan Aqamahallah wa adamaha.” (H.R. Abu Daud dan
Al Baihaqi).
|
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَوْ عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ بِلاَلاً أَخَذَ فِي
اْلإِقَامَةِ فَلَمَّا قَالَ قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ قَالَ النَّبِيُّ
أَقَامَهَا اللهُ وَأَدَامَهَا. (ر. أبو داود والبيهقي).
|
Tetapi hadits ini dhaif. Adapun alasannya :
-
pada sanadnya terdapat rawi yang mubham (tidak jelas),
yaitu rajulun min ahlis syam.
-
Pada sanadnya terdapat rawi bernama Syahr bin Hausyab.
Ibnu Hajar berkata :
“Syahr bin Hausyab Al-Asy’ari As-Syamishaduq, sering
me-mursal-kan hadits, dan banyak waham.” (Taqribut Tahdzib, I :
247).
|
شَهْرُبْنُ حَوْشَبِ اْلاَشْعَرِيُّ الشَّامِيُّ
صَدُوْقٌ كَثِيْرُ اْلإِرْسَالِ وَاْلاَوْهَامِ. (تقريب التهذيب 1 : 247).
|
Adzan Dan Iqomah Pada
Shalat Jama’
Habir bin Abdullah berrkata,”…Lalu (Bilal) adzan,
lalu qamat, kemudian (Rasulullah saw.) shalat, lalu (Bilal) qamat, kemudian
(Rasulullah saw.) shalat, dan (Bilal) tidak shalat sunat apapun antara
keduanya …” (Shahih Muslim).
|
قَالَ جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللهِ : ...ثُمَّ أَذَّنَ
ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ وَلَمْ يُصَلِّ
بَيْنَهُمَا شَيْئًا... (مسلم).
|
Kami pergi ke Makkah bersama Abdullah (bin Mas’ud),
lalu kami tiba di Mudzalifah, lalu ia shalat dua kali shalat setiap satu
shalat dengan adzan dan iqamat. (Shahih Al Bukhari, no. 1683).
|
خَرَجْنَا مَعَ عَبْدِ اللهِ إِلَى مَكَّةَ ثُمَّ
قَدِمْنَا جَمْعًا فَصَلَّى الصَّلاَتَيْنِ كُلُّ صَلاَةٍ وَحْدَهَا بِأَذَانٍ
وَإِقَامَةٍ. (البخارى : 1683).
|
Tentang Shalat Sunat
Setelah Iqomah
Dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah saw.
bersabda, “Tidak ada shalat setelah qamat kecuali shalat yang wajib.” (H.R.
Ahmad).
|
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ صَلاَةَ بَعْدَ اْلاِقَامَةِ إِلاَّ
الْمَكْتُوْبَةَ. (ر. أحمد).
|
||
Kemudian ketahuilah bahwa shalawat atas Nabi saw.
setelah adzan tidak dengan cara-cara yang terjadi dewasa sekarang ini, tetapi
dengan perlahan-perlahan serta dengan lafadh yang diajarkan Nabi kepada para
shahabat, ketika mereka bertanya kepada beliau dengan ucapan : “Kami telah
mengetahui bersalam padamu, maka bagaimana kami harus bershalawat padamu?”
Maka Nabi menjawab kepada mereka : “Ucapkanlah oleh kamu : “Ya Allah berilah
rahmat atas Muhammad”. (Al Hadits).
Maka cara seperti ini (dengan cara suara yang keras)
adalah bid’ah yang diada-adakan. Rasulullah tidak memerintahkannya dan juga
tidak pernah dilakukan di masa hidupnya walau sekalipun, tidak juga dilakukan
Bilal dalam setiap kali adzannya di hadapan Nabi walau sekali saja, dan tidak
pula dilakukan seorangpun dari muadzin-muadzin Nabi dan tidak dilakukan di
masa Khulafa-u Al-Rasyidin sama sekali, dan tidak di zaman para shahabat yang
lain, tidak di zaman Tabi’in, tidak di zaman Tabi’ Al-tabi’in, tidak di zaman
Imam yang empat yang terpandang. Dan itu baru terjadi di zamannya Raja
Shalihuddin dilakukan oleh seorang laki-laki sufi yang bodoh, serta perbuatan
tersebut diingkari oleh para ahli ilmu. (Al-Sunan wa Al-Mubtada’at : 234).
|
ثُمَّ اَعْلَمْ اَنَّ الصَّلاَةَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ النِّدَاءِ لَمْ تَكُنْ بِهَذِهِ
الْكَيْفِيَّةِ الْمَعْلُوْمَةِ اْلآَنَ قَطْعًا بَلْ كَانَتْ سِرًّا
وَبِاللَّفْظِ الْوَارِدِ الَّذِى عَلَّمَهُ لَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيْنَمَا سَأَلُوْهُ بِقَوْلِهِمْ : قَدْ عَلِمْتَا
السَّلاَمَ عَلَيْكَ فَكَيْفَ نُصَلِّى؟ فَقَالَ لَهُمْ : قُوْلُوْا اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ .الحديث.
فَهَذِهِ الْكَيْفِيَّةُ مُبْتَدِعَةٌ مُحْدَثَةٌ لَمْ
يَأْمُرْبِهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ تُفْعَلْ
فِى حَيَاتِهِ وَلاَ مَرَّةً وَاحِدَةً وَلَمْ يَفْعَلْهَا بِلاَلٌ فِى جَمِيْعِ
تَأْذِيْنَاتِهِ بَيْنَ يَدَىِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلاَ
مَرَّةً وَاحِدَةً وَلاَ اَحَدٌ مِنْ جَمِيْعِ مُؤَذِّنِى النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ تُفْعَلْ فِى عَهْدِ الْخُلُفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ وَلاَ فِى عَصْرِ سَائِرِ الصَّحَابَةِ وَلاَ التَّابِعِيْنَ
وَلاَ تَابِعِى التَّابِعِيْنَ وَلاَ اْْلأَئِمَّةِ اْلاَرْبَعَةِ
الْمُعْتَبِرِيْنَ وَاِنَّمَا حَدَثَتْ فِى عَصْرِ الْمَلِكِ صَلاَحِ الدِّيْنِ
عَلَى يَدِ رَجُلٍ مِنَ الْجَاهِلِيْنَ الْمُتَصَوِّفِيْنَ وَاَنْكَرَهَا بَعْضُ
اَهْلِ الْعِلْمِ الْعَامِلِيْنَ. (السنن والمبتدعات ص : 234).
|
Muhammad bin Ali al Marwazi menceritakan kepada
kami, (ia berkata), Abu Ad Darda Abdul Aziz bin Munayyab menceritakan kepada
kami, Ishaq bin Abdullah bin Kaisan menceritakan kepada kami, dari ayahnya
dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi saw. bersabda,
“Kemudian barangsiapa mendengar seruan (adzan), kemudian mengucapkan,
“Asyhadu alla ilaha ilallah wahdahu laa syarikalah wa anna muhammadan ‘abduhu
wa rosuluhu, allahumma shalli ‘alaihi wa balighu darajatal wasiilata ‘indika
waj’alnaa fii syafaa’atihi yaumal kiamah.” Aku bersaksi tidak ada Tuhan
selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya dan sesungguhnya Muhammad
adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, ya Allah! Limpahkanlah shalawat kepadanya
dan sampaikanlah kepadanya derajat al Wasilah dari sisi-Mu serta jadikanlah
kami dalam syafaatnya (orang-orang yang mendapat syafaat)”. Maka wajib
baginya syafaat.
|
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيٍّ الْمَرْوَزِيُّ
ثَنَا أَبُوْ الدَّرْدَاءِ عَبْدُ الْعَزِيْزِ بْنُ الْمُنِيْبِ ثَنَا إِسْحَاقُ
بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ سَعِيْدِ بْنِ جُبَيْرٍ
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
: مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَقَالَ : أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَبَلِّغْهُ دَرَجَةَ الْوَسِيْلَةِ عِنْدَكَ
وَاجْعَلْنَا فِى شَفَاعَتِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَجَبَتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar