Entri Populer

Senin, 05 Maret 2012

IKHTILAF Bag-5


Sebab-Sebab Timbulnya Ikhtilaf / Perbedaan Pendapat ( lanjutan Bag-4)


1.   Perbedaan Pemahaman atau Persefsi dalam memahami nash yang telah disepakati keshahihannya.

Sebagaimana telah diketahui, bahwa tidak selamanya isi kandungan hadits itu Qhat’iyyu ad-Dilalah, tetapi banyak juga yang Zhanniyu ad-Dilalah. Maka dalam mengambil kesimpulan dari yang Zhanniyu ad-Dilalah sering terjadi perbedaan pendapat. Kadang sepihak berpegang kepada zahir nashnya, sementara sepihak lainnya berpegang pada illatnya.
Contoh :
Masalah wanita haidh tinggal di masjid. Ada yang berpendapat bahwa wanita haidh tidak boleh tinggal di masjid, berpegang pada zhahir nashnya, ada juga yang berpendapat bahwa wanita haidh dilarang tinggal di masjid jika sekiranya mengotori masjid. Adapun jika mampu menjaganya dan tidak akan mengotori masjid, maka boleh saja ia tinggal di masjid.
Contoh lain, seperti hadits di bawah ini :
 إِذَا نَهَضَ فِى الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ اسْتَفْتَحَ الْقِرَاءَةَ بِـ ( الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ) وَلَمْ يَسْكُتْ . (ر. مسلم).
“Jika Nabi bangkit pada raka’at kedua, Nabi memulai bacaannya dengan ; Alhamdu lillahi rabbil Alamin, dan tidak diam dulu”. (H.R. Muslim).

Dari hadits ini, ada yang berkesimpulan bahwa membaca Al Fatihah pada raka’at kedua tidak mesti membaca Bismillah, berdasar zhahirnya hadits tersebut. (Mengartikan Alhamdu Lillahi Rabbil Alamin, dengan arti lafazh; Alhamdu Lillahi Rabbil Alamin, itu sendiri). Sementara pihak lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Alhamdu Lillahi Rabbil Alamin di sini adalah surat Al Fatihah termasuk Bismillah di dalamnya.
Menanggapi perbedaan pendapat dalam masalah ini, tentu saja tidak berarti bebas memilih pendapat yang mana saja, tetapi harus mencari mana yang arjah (lebih kuat) dari keduanya dengan memperhatikan alasan-alasan lain yang menguatkan salah satunya.

2.   Perbedaan Rumusan.

Apakah itu rumusan Musthalah Hadits, Ushul Fiqh atau rumusan lainnya, misalnya :

Tentang Al Quran

a.    Jika terjadi pertentangan antara Al Quran dan Hadits, mana yang mesti didahulukan, apakah Al Quran atau Hadits? Dalam hal ini ada yang berpendapat bahwa hadits harus didahulukan, karena tidak ada yang lebih tahu akan isi kandungan Al Quran kecuali Nabi saw. Sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Al Quran harus didahulukan karena Al Quran lebih kuat dari hadits.
b.   Masalah Nasikh Mansukh, belum ada kesepakatan di kalangan ulama.
c.    Dalam memahami ayat-ayat Mutasyabihat, ada yang menggunakan ta’wil, ada yang menggunakan tafwid. Ada yang mengartikan “Yadun” dengan arti kekuasaan, ada yang mengartikan “Yadun” dengan arti tangan, tetapi ليس كمثله شيئ  .
d.   Kedudukan sunnah dalam tasyri’ Islami, apakah berfungsi untuk menetapkan hukum atau hanya sebagai bayan saja terhadap Al Quran. Oleh karenanya, ada yang berpendapat bahwa Aqiqah itu tidak disyari’atkan karena tidak terdapat dalam Al Quran ayat yang menyinggung urusan aqiqah. Sementara yang lainnya berpendapat bahwa aqiqah itu disyari’atkan berdasarkan hadits yang shahih tentang aqiqah.
e.    Adanya tafsir bi al Ma’tsur dan tafsir bi ar Ra’yi.
f.     Beraneka ragamnya tafsir dari sahabat.






Tentang Hadits
a.    Mengenai qaidah :
َاْلأَحَادِيْثُ الضَّعِيْفَةُ يُقَوِّى بَعْضُهَا بَعْضًا
Artinya : “Hadits-hadits dhaif itu satu sama lain adalah saling menguatkan”.

b.   Mengenai qaidah :
اَلْحَدِيْثُ الضَّعِيْفُ يُعْمَلُ فِى فَضَائِلِ اْلأَعْمَالِ
Artinya : “Hadits dhaif dapat diamalkan dalam hal keutamaan amal”.

c.    Mengenai berhujjah dengan hadits hasan.
d.   Mengenai fungsi sunnah.
e.    Mengenai mursal shahabi dan hadits mauquf.
f.     Mengenai kedudukan mursal tabii’
g.   Mengenai kaidah :
اَلْجَرْحُ مُقَدَّمٌ عَلَى التَّعْدِيْلِ
Artinya : “Anggapan jarah (cacat terhadap seorang perawi) harus didahulukan dari pada anggapan adil / tsiqat”.

h.   Mengenai qaidah :
اَلصَّحَابَةُ كُلُّهُمْ عُدُوْلٌ
        Artinya : “Sahabat-sahabat Nabi itu semuanya dinilai adil (periwayatannya).

        Dalam hal ini, khususnya syi’ah menolak rumusan ini.

i.      Mengenai riwayat orang yang tadlis

Rumusan-rumusan tersebut di atas belum disepakati bersama. Ada pihak yang menerimanya, ada juga pihak yang menolaknya. Dalam hal ini, masih perlu diadakan kaji ulang oleh para ahli dengan memperhatikan alasan-alasan, mengapa menolak dan mengapa menerimanya.

Dalam Berijtihad

a.    Tentang kedudukan ijma’, ijma’ yang mana yang bisa dijadikan hujjah.
b.   Tentang Qiyas, bisakah diterima Qiyas dalam masalah ibadah mahdhah?
c.    Apabila terjadi musbit (dalil yang menetapkan ada) dan naïf (dalil yang menetapkan tidak ada). Mana yang didahulukan, Mutsbit atau Nafi?
d.   Tentang kedudukan istihsan, maslahat mursalah, dan masalah-masalah lainnya yang masih jadi perbincangan di kalangan ulama.

Dalam rumusan-rumusan yang tersebut tadi belum ada kesepakatan di kalangan para ulama. Untuk itu diperlukan penelitian yang lebih mendalam lagi, kajian yang lebih akurat dan meyakinkan disertai keikhlasan dan keterbukaan.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar