Entri Populer

Senin, 05 Maret 2012

IKHTILAF Bag-6


Mensikapi Perbedaan Pendapat


Timbulnya perbedaan pendapat, khususnya dalam masalah fiqh dan pengamalan ibadah mahdhah, membuat pelaksanaan ibadah umat menjadi beraneka ragam.
Bahkan tidak jarang perbedaan pendapat disikapi dengan cara negatif sehingga timbul perpecahan dalam tubuh ummat sendiri, dan melupakan pokok permasalahan untuk dikaji dan diselesaikan. Dalam hal ini ada tiga kelompok, yaitu :

1.  Kelompok Yang Menutup Diri; Tidak Mau Memperhatikan Masukan-Masukan Dari Yang Lain :

Mereka meyakini, apa yang telah menjadi tradisi di kalangan mereka sudah pasti benar, karena telah berjalan sekian lama dan tentunya telah melewati kajian-kajian di kalangan leluhur mereka dan tokoh-tokoh yang dapat diandalkan keilmuannya.

Munculnya pendapat-pendapat baru tidak membuat mereka penasaran dan mengadakan kaji ulang, apalagi untuk mengundang orang-orang yang berbeda pendapat dengan mereka untuk mengadakan dialog dan muthala’ah bersama. Mereka lebih memilih bersikap apriori terlebih dahulu.

Sikap seperti ini tentu saja tidak akan membuka wawasan baru, merangsang berpikir dan  menumbuhkan ruh ijtihad.

2.   Kelompok Yang Bersikap Apatis (Acuh Tak Acuh); Tidak Mau Mencari Solusi Atau Penyelesaian:

Mereka meyakini dua-duanya benar, masing-masing mempunyai alasan yang kuat. Ummat dipersilahkan mengamalkan mana saja yang ia kehendaki. Hendak melaksanakan qunut silahkan, tidak qunut juga tidak apa-apa, yang penting menjaga kesatuan dan persatuan serta ukhuwah Islamiyyah.

Sebab dengan membuka masalah-masalah khilafiyyah dan soal-soal furu’, akan membuat ummat resah dan akan mengancam kesatuan dan persatuan serta stabilitas di kalangan ummat Islam itu sendiri.

Ada sebuah kisah nyata, ketika sekelompok orang bermaksud melaksanakan shalat tarawih 11 raka’at dan kelompok lain melaksanakan 23 raka’at.

Timbul pertentangan di antara mereka dan masing-masing bersikeras dengan pendapatnya sendiri. Sampai datang seorang ” kiyai “ untuk menyelesaikan pertentangan di antara mereka dengan mengatakan : “Sudahlah, shalat Tarawih itu sunnat, sementara bertengkar itu haram. Silahkan kalian pulang ke rumah masing-masing”.
Pada akhirnya, mereka kembali ke rumah masing-masing dan tidak jadi melaksanakan shalat tarawih.

Sikap tersebut, jelas tidak akan menyelesaikan masalah dan membuat seseorang yakin ketika melaksanakan ibadahnya. Ummat selalu dihantui keraguan dan kebingungan, dan tidak dididik untuk kritis dalam menanggapi dan menghadapi dalam masalah-masalah yang muncul di antara mereka.

3.   Kelompok Yang Berusaha Untuk Mencari Penyelesaian; Mana Yang Arjah (Paling Kuat).

Karena tidak mungkin dua hal yang bertentangan kedua-keduanya benar, dan tidak mungkin dalam satu masalah terdapat dua hukum yang berbeda; ya halal ya haram, ya sunnah ya bid’ah.

Setidaknya rumusan-rumusan dan cara menyelesaikannya sudah ada. Baik dengan memakai Thariqathu al-Jami’, Thariqathu at-Tarjih, dan Thariqathu an-Naskhi.

Tinggal ada usaha dan keinginan, serta modal keilmuan dan keikhlasan untuk mengkaji kembali masalah-masalah yang muncul di kalangan ummat. Tentu saja ini adalah tugas para ulama dan para puqaha.

Para ulama dituntut untuk mengkaji dan mengkaji lagi serta menambah wawasan keilmuan dan menambah literatur bacaan. Dengan demikian agama akan tetap terpelihara kemurniannya.

Sikap seperti ini adalah sikap yang diperintahkan Al-Quran, hadits Nabi, dan juga yang diamalkan oleh para sahabat Nabi saw.

Keharusan Menyelesaikan Masalah-Masalah Ikhtilaf


Munculnya perbedaan pendapat adalah hal yang wajar, tetapi tidak mesti semuanya ditolelir, dan tidak harus mengakibatkan perpecahan dikalangan ummat.
Allah SWT berfirman:
قَالَ اللهُ تَعَالَى : ...فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْئٍ فَرُدُّوْهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُوْلِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآَخِرِ ذَالِكَ خَيْرٌ وَّأَحْسَنُ تَأْوِيْلاً . (النساء : 59).
Artinya: “…kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (Q.S. An-Nisa: 59).

Ayat tersebut mengandung beberapa pesan, di antaranya :

1.   Adalah hal yang wajar timbulnya perbedaan pendapat di kalangan ummat.
2.   Upayakan mencari penyelesaian dengan mengembalikan persoalan itu kepada Allah dan Rasul-Nya (Al Quran dan Sunnahnya).
3.   Jiwai usaha tersebut dengan iman yang benar-benar kepada Allah dan hari akhir.
4.   Upaya tersebut adalah cara yang paling utama dan lebih baik akibatnya.

Demikian petunjuk Al-Quran dalam mensikapi perbedaan pendapat. Dalam ayat lain, Allah swt. berfirman :

قَالَ اللهُ تَعَالَى : وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَّاحِدَةً وَلاَ يَزَالُوْنَ مُخْتَلِفِيْنَ . إِلاَّ مَنْ رَّحِمَ رَبُّكَ ...(هود : 118 – 119).
Artinya : “Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia ummat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu…” (Q.s. Hud : 118-119).

Ayat tersebut mengandung beberapa pesan, di antaranya:

1.   Allah tidak menjadikan manusia ini satu ummat dan tentu di dalamnya terkandung hikmah ilahiyyah.
2.   Manusia dimanapun dan kapanpun senantiasa berselisih pendapat.
3.   Orang yang mendapatkan rahmat dari Allah tentu akan berusaha untuk menghindari perselisihan dan mencari jalan penyelesaian.

Allah swt. berfirman :
قَالَ اللهُ تَعَالَى : إِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوْا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوْا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ . (الحجرات : 10).  
Artinya : “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. (Q.s. Al-Hujurat : 10).

Ayat ini juga memberikan pesan :

1.   Orang-orang mukmin satu sama lain adalah saudara, mereka telah berada dalam bingkai aqidah yang kuat.
2.   Jika terjadi perselisihan atai silang pendapat, bereskanlah di antara mereka dan jangan dibiarkan berlarut-larut.
3.   Bertaqwa kepada Allah adalah satu-satunya usaha untuk mendapatkan rahmat-Nya.

Nabi saw. bersabda :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلاَةِ وَيَقُوْلُ : اِسْتَوُوْا وَلاَ تَخْتَلِفُوْا فَتَخْتَلِفُ قُلُوْبُكُمْ . (ر. مسلم).
Artinya : “Adalah Rasulullaj saw. suka mengusap pundak kami di waktu (hendak) shalat, seraya mengatakan : “Luruskanlah (shafnya) dan jangan berselisih (renjul), akibatnya akan berselisih juga hati kamu”. (H.R. Muslim).

Hadits ini juga menunjukkan, betapa kuatnya perhatian Nabi agar shalat itu seragam, lurus shafnya, rapat barisannya dan seragam pelaksanaannya. Hal itu sebagai gambaran dari kesamaan hati. Sebaliknya praktek shalat yang renjul, shaf yang tidak lurus, itu pertanda bahwa hatinya belum seragam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar