Entri Populer

Senin, 05 Maret 2012

IKHTILAF Bag-3


Pengertian Ikhtilaf


Ikhtilaf artinya berbeda antara satu dengan lainnya, baik itu perbedaan dalam rupa, warna, bahasa, pikiran, pendapat, atau yang lainnya. Terkadang juga diartikan berselisih.

Contoh : Firman Allah SWT :

قَالَ اللهُ تَعَالَى : .... وَاخْتِلاَفُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ .... (الروم : 22).
Artinya ,”…dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu…” (QS. ar-Rum : 22).


قَالَ اللهُ تَعَالَى : .... وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ .... (البقرة : 164)
Artinya,”…dan perbedaan malam dan siang….. “(QS. Al-Baqarah : 164).

قَالَ اللهُ تَعَالَى : إِنَّكُمْ لَفِى قَوْلٍ مُخْتَلِفٍ . (الذّاريات : 8)
Artinya,”Sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat”. (QS. Ad-Dzariyat : 8).

قَالَ اللهُ تَعَالَى : .... فَهَدَا اللهُ الَّذِيْنَ آَمَنُوْا لِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ .... (البقرة : 213)

Artinya,”…Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya..”.(QS. Al-Baqarah :213).

Imam ar-Raghib al-Asfahani mendefinisikan ikhtilaf, yaitu :

وَاْلإِخْتِلاَفُ : أَنْ يَأْخُذَ كُلَّ وَاحِدٍ طَرِيْقًا غَيْرَ طَرِيْقِ اْلأَخَرَ فِى حَالِهِ أَوْ قَوْلِهِ . (الرّاغب : 157)
Artinya,”Ikhtilaf ialah seseorang mengambil jalan/cara berbeda dengan jalan yang lainnya, baik dalam keadaannya atau perkataannya”. (ar-Raghib : 157).

اَلْخِلاَفُ وَاْلإِخْتِلاَفُ يُرَادُ بِهِ مُطْلَقُ الْمُغَايَرَةِ فِى الْقَوْلِ أَوِ الرَّأْيِ أَوِ الْحَالَةِ أَوِ الْهَيْئَةِ أَوِ الْمَوْقِفِ.
Artinya,”Khilaf atau Ikhtilaf dimaksudkan dengannya semata-mata perbedaan, baik dalam ucapan, pendapat, keadaan, cara, atau pendirian”.

Perbedaan akan meningkat menjadi pertentangan, ketika satu sama lainnya berusaha mempertahankan pendapatnya. Yang demikian disebut; Tanazu’, Munaza’ah, atau Mujadalah.

Macam-Macam Ikhtilaf


Sebagaimana kita maklumi, bahwa kandungan hukum al-Quran dan as-Sunnah tidak semuanya qath’i, tetapi banyak diantaranya yang zhanni sehingga menimbulkan penafsiran atau kesimpulan yang berbeda. Hal ini memang wajar, tetapi tidak berarti semua hasil ijtihad itu benar dan dapat ditolelir. Terkadang ada hasil ijtihad yang menimbulkan kontroversi antara satu dengan lainnya. Seperti yang satu menetapkan halal, sementara yang lainnya menetapkan haram atau yang satu menetapkan sunnah sementara yang lainnya menetapkan bid’ah.

 Dalam hal ini ada 2 (dua) kategori ikhtilaf :

1.   Ikhtilaf Yang Maqbul
Ikhtilaf yang maqbul adalah ikhtilaf yang masih bisa diterima keberadaannya. Seperti ; yang satu menetapkan wajib sementara yang lainnya menetapkan sunnat, tetapi pada dasarnya, dua-duanya sama, yaitu harus diamalkan.
Contoh :

a.   Basmallah dalam wudhu. Menurut Hanabilah wajib, sementara menurut yang lainnya sunnat.
b.   Salam kedua di akhir shalat. Menurut Hanabilah wajib, sementara menurut yang lainnya sunnat.
c.   Baca Shalawat kepada Nabi saw. pada tasyahud akhir. Menurut Syafi’iyyah wajib, sementara menurut Malikiyyah sunnat.
d.   Mabit di Mina. Menurut Syafi’iyyah wajib, sementara menurut Hanafiyyah sunnat.
e.   Mandi Jum’at. Menurut sebagian wajib sementara menurut yang lainnya sunnat muakkad.
  
2.   Ikhtilaf Yang Ghoer Maqbul

Ikhtilaf Yang Ghoer Maqbul adalah Ikhtilaf yang sifatnya kontradiktif antara satu dengan lainnya. Seperti A mengatakan haram, sementara B menyatakan halal, atau yang satu menyatakan sunnah, sementara yang lain menyatakan bid’ah.
Contoh :

a.   Talaffuzh Biniyyat. Menurut Syafi’iyyah sunnat, sedangkan menurut yang lainnya bid’ah.
b.   Menjaharkan Basmallah adalah masyru’ (disyari’atkan) menurut Syafi’iyyah, sementara menurut Abu Syaibah ,” bid’ah “
c.   Berdo’a dalam tasyahud akhir dengan urusan-urusan dunia membatalkan shalat menurut Hanabilah, dan boleh menurut Malikiyyah.
d.   Daging katak menurut sebagian haram, sementara menurut yang lainnya halal.
e.   Pelaksanaan shalat Jum’at kurang dari 40 orang tidak sah menurut Syafi’iyyah, sedangkan menurut lainnya sah.

Ikhtilaf seperti ini tentu saja harus dicari penyelesaian akhir, karena tidak mungkin kedua-duanya diterima karena antara satu dengan yang lainnya bertolak belakang.
Ikhtilaf di atas disebut Ikhtilaf Tadhadhin, yaitu ikhtilaf yang sifatnya berlawanan. Sementara ada juga yang disebut Ikhtilaf Tanawwu’, yaitu ikhtilaf yang sifatnya tidak berlawanan tetapi menunjukkan ada beberapa macam, seperti :

a.   Takbir Shalat Jenazah; ada yang berpendapat empat kali takbir, ada juga yang berpendapat lima kali takbir.
b.   Do’a Iftitah; ternyata ada beberapa macam do’a iftitah yang diriwayatkan dari Nabi saw.
c.   Perbedaan penafsiran ayat al-Quran; sering juga dijumpai Ikhtilaf Tanawwu’; seperti : tafsir ash-Shiratha al-Mustaqim. Ada yang menafsirkan dengan Kitabullah, Islam, Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah, dan ada juga yang mengartikan dengan Thariqu al-‘Ubudiyyah (jalan pengabdian kepada Allah). Tafsir ini semuanya pada hakikatnya sama, hanya ungkapan yang berbeda. (Majmu’atu al-Fatawa 13 : 205).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar